SDM-Perpajakan

Resume I Perpajakan

Explanation about System Tax in Indonesia.

produk as

Sharia Insurance Product

Explanation about product of Sharia Insurance.

islamicbanking

Finnancial Planning

Keep your In Flow and Out Flow by Finanncial Planning.

20080618130733

LPZ (Zakat Management Institutions)

Find Out The Good Finanncial Institutions to invest ur money! .

Bussiness Comunications

Be good enterprenuer by Bussiness Comunications.

Wednesday, August 1, 2012

KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH


BAB II
KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH
A.    Pengertian Koperasi
Koperasi berasal dari kata cooperation (Inggris), secara sederhana koperasi berarti kerja sama. Menurut Bahasa koperasi didefinisikan sebagai wadah perkumpulan (asosiasi) sekelompok orang untuk tujuan kerjasama dalam bidang bisnis yang saling menguntungkan di antara anggota perkumpulan.[1] Pengertian dari Koperasi menurut Undang-Undang No.25 tahun 1992 adalah suatu badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau kumpulan dari beberapa koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. koperasi syari’ah juga memiliki pengertian yang sama yang kegiatan usahanya bergerak dibidang pembiayaan, investasi, dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah ), atau lebih dikenal dengan koperasi jasa keuangan syariah.[2]
Oleh karena itu secara garis besar koperasi syari’ah memiliki aturan yang sama dengan koperasi umum, namun yang membedakannya adalah produk-produk yang ada di koperasi umum diganti dan disesuaikan nama dan sistemnya dengan tuntunan dan ajaran agama Islam. Sebagai contoh produk jual beli dalam koperasi umum diganti namanya dengan istilah murabahah, produk simpan pinjam dalam koperasi umum diganti namanya dengan mudharabah. Tidak hanya perubahan nama, sistem operasional yang digunakan juga berubah, dari sistem konvesional (biasa) ke sistem syari’ah yang sesuai dengan aturan Islam.
Ada tiga Landasan koperasi syari’ah yaitu: koperasi syari’ah berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, koperasi syari’ah berazaskan kekeluargaan, koperasi syari’ah berlandaskan syari’ah Islam yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan saling tolong menolong dan saling menguatkan.[3]
Ada dua prinsip dasar pada koperasi syari’ah, yaitu:
1.                           Koperasi syari’ah menegakkan prinsip-prinsip ekonomi Islam, sebagai berikut:
a.      Kekayaan adalah amanah Allah SWT yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun secara mutlak;
b.      Manusia diberi kebebasan dalam mu’amalah selama tidak melanggar ketentuan syari’ah;
c.       Manusia merupakan wakil Allah dan pemakmur di bumi;
d.      menjunjung tinggi keadilan serta menolak setiap bentuk ribawi dan pemusatan sumber dana ekonomi pada segelintir orang atau sekelompok orang saja.
2.                           Koperasi syari’ah dalam melaksanakan kegiatannya berdasarkan pada prinsip-prinsip syari’ah Islam sebagai berikut:
a.        Keanggaotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b.      Keputusan ditetapkan secara musyawarah dan dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen;
c.       Pengelolaan dilakukan secara transparan dan profesional;
d.       Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil, sesuai dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota;
e.       Pemberian balas jasa modal dilakukan secara terbatas dan profesional menurut sistem bagi hasil;
f.       Jujur, amanah, dan mandiri;
g.      Mengembangkan sumber daya manusia, sumber daya ekonomi dan sumber daya informasi secara optimal;
h.      Menjalin dan menguatkan kerjasama diantara anggota, antar koperasi dan atau lembaga lainnya.
Perbedaan lain antara koperasi syari’ah dengan koperasi biasa terletak dalam hal bunga, dimana koperasi syari’ah tidak memakai sistem bunga melainkan memakai sistem bagi hasil.






DAFTAR PUSTAKA
Janwari, Yadi. Dzajuli, H. A. Lembaga-lembaga Perekonomian Umat Sebuah Kenalan. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2002.
 Sihono, Teguh.  Pengantar Ekonomi Koperasi, Yogyakarta: FPIPS IKIP. 1999
http//www.koperasisyariah.com/category/koperasi-syariah/page/2
Departemen Koperasi. (1992). UU No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, Jakarta: Departemen Koperasi.







































KOPERASI PESANTREN

 Sama halnya dengan koperasi syariah, dalam koperasi pesantren perlu adanya pengelolaan yang baik, yang mana dalam kegiatan ekonomi ini santri ikut serta dalam mengelola proses ekonomi yang sedang berlangsung. Koperasi pesantren ini memberikan arahan bagi santri dalam kegiatan ekonomi dan kegiatan itu dijadikan media pendidikan bagi santri, tujuan ini memberikan arahan bagi santri tentang cara memilih berbagai alternatif yang dapat memuaskan kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Yang mana dengan adanya koperasi pesantren kebutuhan santri dapat terpenuhi
dan koperasi pesantren menyediakan apa yang santri butuhkan tetapi bukan hanya
pihak pesantren saja, koperasi pesantren ini memberikan kebebasan kepada masyarakat sekitar untuk melakukan kegiatan ekonomi sesuai dengan kebutuhan
mereka.
Contonya………………
            Jadi, dalam koperasi pesantren ini disamping tujuan yang ekonomis komersial, koperasi harus memperhatikan pula tujuan dan cita-cita sosialnya, terutama bagi anggota-anggotanya. Jadi seorang pengurus koperasi pesantren yang baik harus berusaha dan mampu menjalankan fungsi ekonomi dan fungsi sosial koperasi yang dipimpin dibawah naungan guru dan dijalankan oleh pengurus yang melibatkan santri –santri secara baik dan berimbang, koperasi pesantren harus memperhatikan pendidikan anggota-anggotanya. Koperasi harus memperhatikan kesejahteraan serta kesehatan para anggotanya diantaranya para santri dan masyarakat sekitar yang selalu ikut serta dalam kegiatan ekonomi. Tegasnya koperasi pesantren adalah organisasi ekonomi yang berwatak sosial.



[1] Teguh Sihono. (1999). Pengantar Ekonomi Koperasi, Yogyakarta: FPIPS IKIP
[2] Departemen Koperasi. (1992). UU No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, Jakarta: Departemen Koperasi.

[3] http//www.koperasisyariah.com/category/koperasi-syariah/page/2

Bentuk lembaga keuangan mikro syariah (LKMS): Baitul Mal Wa Tamwil atau Koperasi Keuangan Jasa Syariah, Koperasi Pondok Pesantren

Bentuk lembaga keuangan mikro syariah (LKMS): Baitul Mal Wa Tamwil atau Koperasi Keuangan Jasa Syariah, Koperasi Pondok Pesantren
Makalah

OLEH:
Hananah
NIM: 108046200017
Riris Agustya
NIM: 108046200018
Khoiro Indana Fahma
NIM: 108046200019
KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M

DAFTAR ISI
Daftar Isi…………………………………………………………………………ii
Kata Pengantar……. ………….………………………………………………..iii
BAB I Baitul Mal Wa Tamwil…………………………………………………..1
A.    Prinsip-Prinsip BMT……………………………………………………..1
B.     Sifat, Peran………………… …….……………………………………..3
C.     Fungsi BMT………………………………………………………………3
D.    Pendiriian BMT………………………………………………………….4
E.     Permodalan BMT………………………………………………………..4
F.      Status BMT….…………………………………………………………...5
G.    Tahap Pendirian BMT……………………………………………………6
BAB II Koperasi Syariah………………………………………………………..8
A.    Pengertian Koperasi Syariah………………………………………………8
B.     Landasan dan Prinsip Koperasi Syariah………………………………….9
C.     Tujuan Pendirian Koperasi Syariah………………………………………10
D.    Modal Koperasi Syariah…………………………………………………11
BAB III Koperasi Pesantren…………………………………………………..12
A.    Sejarah Koperasi Pondok Pesantren Darunnajah………………………13
B.     Status Koperasi Pondok Pesantren Darunnajah………………………….14
C.     Latar Belakang Koperasi Pondok Pesantren Darunnajah……………….14
D.    Susunan Pengurus Koperasi Pondok Pesantren Darunnajah……………15
E.     Unit Usaha Koperasi Pondok Pesantren Darunnajah……………………16
 Daftar Pustaka ………………………………………………………………...18

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan rasa syukur kehadirat Allah swt. yang dengan rahmad dan inayat-Nya kita masih diberi nikmat Islam, iman, dan ihsan, sehingga kami dapat menyusun makalah ini.
Shalawat dan salam selalu kita panjatkan kehadirat Nabi kita Muhammad saw. Yang telah membawa kita dari zaman kegelapan ke zaman terang benderang seperti ini. Sesuai judul makalah kami yaitu:
Bentuk lembaga keuangan mikro syariah (LKMS), Baitul Mal Wa Tamwil atau Koperasi Keuangan Jasa Syariah, Koperasi Pondok Pesantren
Demikianlah, makalah yang telah saya telah susun semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Saran dan kritik untuk makalah ini saya selalu harapkan.
Wallahu Waliyyu Al-Taufiq  
Hormat Kami,

      Penyusun               




BAB I
Baitul Mal Wa Tamwil
BMT merupakan singkatan dari Baitul Mal Wa Tamwil yang mengandung pengertian balai usaha Mandiri terpadu adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil[1].
A.    Prinsip-Prinsip BMT
Dalam menjalankan usahanya BMT menggunakan 3 prinsip:           
1.      Prinsip bagi hasil dengan prinsip  ini adanya pembagian hasil dengan BMT dan peminjam. Contoh : Al-Mudharabah , AL-Musyarakah, Al-Muzara’ah, Al-Musaqah.
2.      Sistem jual beli
Sistem ini merupakan suatu tata cara jual beli yang dalam pelaksanaannya BMT mengangkat nasabah sebagai agen yang diberi kuasa melakukan pembeli barang atas nama BMT, dan kemudian bertindak sebagai penjual, dengan, menjual barang yang telah dibelinya dengan ditambah mark-up. Keuntungan BMT nantinya akan dibagi kepada penyedia dana.
- Ba’I al- Murobahah
- Ba’I as-salam
- Ba’I al istishna
- Ba’I bitstaman ajil
3.      Sistem Non Profit
Sistem yang sering disebut dengan pemibiayaan kebajikan ini merupakan pembiyaan yang bersifat sosial dan non-komersial. Nasabah cukup mengembalikan pokok pinjamannya saja. Pembiayaan yang bersifat sosial dan non-komersial. Nasabah cukup mengembalikan pokok pinjamannya saja (Al- Qordhul Hasan).
4.      Akad bersyarikat
Adalah akad kerjasama antara 2 pihak atau lebih dan masing-masing pihak  mengikutsertakan modal (dalam berbagai bentuk) dengan perjanjian pembagian keuntungan/ kerugian yang disepakati.
- Al-musyarakah
- Al-mudharabah
5.      Ahsan (Mutu hasil kerja terbaik), thayyiban (terindah), ahsanu’amala (memuaskan semua pihak), dan sesuai dengan nilai-nilai salaam: keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan.
6.      Barokah, artinya berdayaguna, berbagi hasil adanya penguatan jaringan, transparan (keterbukaan) dan bertanggung jawab sepenuhnya kepada masyarakat.
7.      Spiritual communication (penguatan nilai ruhiyah).
8.      Demokratif, partisipatif dan inklusif.
9.      Keadilan sosial dan kesetaraan jender, non-diskriminatif.
10.  Ramah lingkungan.
11.  Peka dan bijak terhadap pengetahuan dan budaya local, serta keanekaragaman budaya.
12.  Keberlanjutan, memberdayakan masyarakat dengan meningkatkan kemampuan diri dan lembaga masyarakat local.
B.     Sifat, Peran, dan Fungsi BMT
BMT bersifat terbuka, independen, tidak partisan, berorientasi pada pengembangan tabungan dan pembiayaan untuk mendukung bisnis ekonomi yang produktif bagi anggota dan kesejahteraan sosial masyarakat sekitar, terutama usaha mikro dan fakir miskin.
Peran BMT di masyarakat, adalah sebagai berikut:
1.      Motor penggerak ekonomi dan sosial masyarakat banyak
2.      Ujung tombak pelaksanaan ekonomi syariah.
3.      Penghubung antara kaum aghnia (kaya) dan kaum dhuafa (miskin).
4.      Sarana pendidikan informal untuk mewujudkan prinsip hidup yang barokah, ahsanu ‘amala dan salaam melalui spiritual communication dengan dzikir qalbiyah ilahiah.
C.     Fungsi BMT
BMT memiliki beberapa fungsi yang membantu perkembangan ekonomi masyarakat, diantaranya:
1.      Meningkatkan kualitas SDM anggota, pengurus dan penggelola menjadi professional, salaam (selamat, damai dan sejahtera), dan amanah sehingga semakin utuh dan tangguh dalam berjuang dan berusaha (beribadah) mengahadapi tantangan global.
2.      Mengorganisir dan memobilisasi dan sehingga dana yang dimiliki oleh masyarakat dapat termanfaatkan secara optimal di dalam dan di luar organisasi untuk kepentingan rakyat banyak.
3.      Mengembangkan kesempatan kerja.
4.      Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar produk-produk anggota.
5.      Memperkuat dan meningkatkan kualitas lembaga-lembaga ekonomi sosial dan masyarakat banyak.
D.    Pendiri BMT
BMT didirikan oleh:
1.      Sekurang-kurangnya 20 orang.
2.      Satu pendiri dengan lainnya sebaiknya tidak memiliki hubungan keluarga vertical dan horizontal satu kali.
3.      Sekurang-kurangnya 70 % anggota pendiri bertempat tinggal di sekitar daerah kerja BMT.
4.      Pendiri dapat bertambah dalam tahun-tahun kemudian jika disepakati oleh rapat para pendiri.
E.     Permodalan BMT
Modal BMT,  terdiri dari:
1.      Simpanan Pokok (SP) yang ditentukan besarnya sama besar untuk semua anggota.
2.      Simpanan Pokok Khusus (SPK), yaitu simpanan pokok yang khusus diperuntukan untuk mendapatkan sejumlah modal awal sehingga memungkinkan BMT melakukan persiapan-persiapan pendirian dan memulai operasinya. Jumlahnya dapat berbeda antar anggota pendiri.
Pada pendiri BMT, para pendiri dapat bersepakat agar dalam waktu 4 (Empat) bulan sejak disepakati dapat terkumpul uang sejumlah:
a.       Minimal Rp. 75 juta untuk wilayah JABOTABEK
b.      Minimal Rp. 50 juta untuk wilayah ibu kota propinsi.
c.       Minimal Rp. 30 juta untuk wilayah kabupaten/kota.
d.      Minimal Rp. 20 juta untuk wilayah ibu kota kecamatan.
e.       Minimal Rp. 15 juta untuk wilayah pedesaan.
F.      Status BMT
Status BMT ditentukan oleh jumlah asset yang dimiliki karena sebab berikut:
1.      Modal awal pendirian hingga mencapai asset lebih kecil dari Rp. 100 juta, BMT adalah kelompok swadaya Masyarakat yang berhak meminta/mendapatkan Sertifikat kemitraan dari PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil).
2.      Jika BMT telah memiliki asset Rp. 100 juta atau lebih, maka BMT diharuskan melakukan proses pengajuan Badan Hukum kepada notaries setempat, antara lain dapat berbentuk:
a.       Koperasi Syariah (KOPSYAH)
b.      Unit usaha otonom Pinjam dari KSP (Koperasi simpan pinjam), KSU (Koperasi Serba usaha), KUD (Koperasi Unit Desa), Kopontren (Koprasi Pondok Pesantren), atau koperasi lainnya yang beroperasi otonom termasuk laporan dan pertanggung jawabannya.
G.    Tahap Pendirian BMT
Adapun tahap-tahap yang perlu dilakukan dalam pendirian BMT adalah sebagai berikut:
1.      Pemrakarsa membetuk panitia pendirian BMT (P3B) dilokasi tertentu, tertentu, seperti masjid, pesantren, desa miskin, kelurahan, kecamatan atau lainnya.
2.      P3B mencari modal awal atau modal perangsang sebesar Rp. 5.000.000,- sampai Rp. 10.000.000,- atau lebih besar mencapai Rp. 20.000.000,- untuk segera memulai langkah operasional. Modal awal ini dapat berasal dari perorangan, Lembaga, yayasan, BAZIS, pemda atau sumber-sumber lainnya. Atau langsung mencari pemodal-pemodal pendiri dari sekitar 20 sampai 44 orang di kawasan itu untuk mendapatkan dana urunan hingga mencapai jumlah Rp. 20.000.000,- atau minimal Rp. 5.000.000,-
3.      Jika calon pemodal telah ada maka dipilih pengurus yang ramping (3 sampai 5 orang) yang akan mewakili pendiri dalam mengerahkan kebijakan BMT. Melatih 3 calon pengelola (minimal D3 dan lebih baik S1 dengan menghubungi Pusdiklat PINBUK Propinsi atau Kab/ Kota.
4.      Melaksanakan persiapan-persiapan sarana perkantoran dan formulir yang diperlukan.
5.      Menjalankan bisnis operasi BMT sercara professional dan sehat.
















BAB II
Koperasi Syariah
A.    Pengertian Koperasi
Koperasi berasal dari kata cooperation (Inggris), secara sederhana koperasi berarti kerja sama. Menurut Bahasa koperasi didefinisikan sebagai wadah perkumpulan (asosiasi) sekelompok orang untuk tujuan kerjasama dalam bidang bisnis yang saling menguntungkan di antara anggota perkumpulan.[2] Pengertian dari Koperasi menurut Undang-Undang No.25 tahun 1992 adalah suatu badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau kumpulan dari beberapa koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi syari’ah juga memiliki pengertian yang sama yang kegiatan usahanya bergerak dibidang pembiayaan, investasi, dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah ), atau lebih dikenal dengan koperasi jasa keuangan syariah.[3]
Oleh karena itu secara garis besar koperasi syari’ah memiliki aturan yang sama dengan koperasi umum, namun yang membedakannya adalah produk-produk yang ada di koperasi umum diganti dan disesuaikan nama dan sistemnya dengan tuntunan dan ajaran agama Islam. Sebagai contoh produk jual beli dalam koperasi umum diganti namanya dengan istilah murabahah, produk simpan pinjam dalam koperasi umum diganti namanya dengan mudharabah. Tidak hanya perubahan nama, sistem operasional yang digunakan juga berubah, dari sistem konvesional (biasa) ke sistem syari’ah yang sesuai dengan aturan Islam.
Usaha koperasi di bidang simpan pinjam ini sangat berbeda dengan simpan pinjam koperasi biasa yang memakai perangkat bunga (riba).
B.     Landasan dan Prinsip Koperasi Syariah
Ada tiga Landasan koperasi syari’ah yaitu: koperasi syari’ah berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, koperasi syari’ah berazaskan kekeluargaan, koperasi syari’ah berlandaskan syari’ah Islam yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan saling tolong menolong dan saling menguatkan.[4]
Ada dua prinsip dasar pada koperasi syari’ah, yaitu:
1.                           Koperasi syari’ah menegakkan prinsip-prinsip ekonomi Islam, sebagai berikut:
a.      Kekayaan adalah amanah Allah SWT yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun secara mutlak;
b.      Manusia diberi kebebasan dalam mu’amalah selama tidak melanggar ketentuan syari’ah;
c.       Manusia merupakan wakil Allah dan pemakmur di bumi;
d.      Menjunjung tinggi keadilan serta menolak setiap bentuk ribawi dan pemusatan sumber dana ekonomi pada segelintir orang atau sekelompok orang saja.
2.                           Koperasi syari’ah dalam melaksanakan kegiatannya berdasarkan pada prinsip-prinsip syari’ah Islam sebagai berikut:
a.        Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b.      Keputusan ditetapkan secara musyawarah dan dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen;
c.       Pengelolaan dilakukan secara transparan dan profesional;
d.       Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil, sesuai dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota;
e.       Pemberian balas jasa modal dilakukan secara terbatas dan profesional menurut sistem bagi hasil;
f.       Jujur, amanah, dan mandiri;
g.      Mengembangkan sumber daya manusia, sumber daya ekonomi dan sumber daya informasi secara optimal;
h.      Menjalin dan menguatkan kerjasama diantara anggota, antar koperasi dan atau lembaga lainnya.
Perbedaan lain antara koperasi syari’ah dengan koperasi biasa terletak dalam hal bunga, dimana koperasi syari’ah tidak memakai sistem bunga melainkan memakai sistem bagi hasil.
C.     Tujuan Pendirian Koperasi Syariah
Koperasi syariah berdiri untuk meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta turut membangun tatanan perekonomian yang berkeadilan sesuai dengan prinsip-prinsip islam.
D.    Modal Koperasi Syariah
Modal Sendiri didapat dari simpanan pokok, simpanan wajib, cadangan, Hibah, dan Donasi, sedangkan Modal Penyerta di dapat dari Anggota, koperasi lain, bank, penerbitan obligasi dan surat utang serta sumber lainnya yang sah. Adapun Dana Amanah dapat berupa simpanan sukarela anggota, dana amanah perorangan atau lembaga.
Modal Awal koperasi bersumber dari dana usaha,dana-dana ini dapat bersumber dari dan diusahakan oleh koperasi syariah, misalkan dari Modal Sendiri, Modal Penyertaan dan Dana Amanah.








BAB III
Koperasi Pesantren
Sama halnya dengan koperasi syariah, dalam koperasi pesantren perlu adanya pengelolaan yang baik, yang mana dalam kegiatan ekonomi ini santri ikut serta dalam mengelola proses ekonomi yang sedang berlangsung. Koperasi pesantren adalah organisasi ekonomi yang berwatak sosial. koperasi pesantren memiliki tujuan ekonomis, komersial, koperasi harus memperhatikan pula tujuan dan cita-cita sosialnya, terutama bagi anggota-anggotanya. Koperasi pesantren ini memberikan arahan bagi santri dalam kegiatan ekonomi dan kegiatan itu dijadikan media pendidikan bagi santri, tujuan ini memberikan arahan bagi santri tentang cara memilih berbagai alternatif yang dapat memuaskan kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Yang mana dengan adanya koperasi pesantren kebutuhan santri dapat terpenuhi
dan koperasi pesantren menyediakan apa yang santri butuhkan tetapi bukan hanya
pihak pesantren saja, koperasi pesantren ini memberikan kebebasan kepada masyarakat sekitar untuk melakukan kegiatan ekonomi sesuai dengan kebutuhan
mereka.
Koperasi pensatren harus terbebas dari unsur yang di haramkan oleh prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini terdapat 2 unsur yang perlu diperhatikan yaitu[5]:
1.      Haram li dzatihi adalah status hukum haram yang diberikan pada satu benda yang keharamannya karena bendanya (dzat) itu sendiri, seperti babi, darah, khamr.
2.      Haram li ghairihi adalah status hukum haram yang diberikan pada sesuatu perbuatan dikarenakan oleh sebab lain, seperti melakukan transaksi secara ribawi.
Sebagai contoh kami mengambil salah satu koperasi Pondok Pesantren yang telah berjalan disalah satu pesantren di Indonesia yaitu Koperasi Pondok Pesantren Darunnajah.
PROFIL KOPERASI PONDOK PESANTREN DARUNNAJAH 
A.     Sejarah Koperasi Pondok Pesantren Darunnajah
Berdirinya Koperasi Pondok Pesantren Darunnajah (KPDN) bertepatan dengan berdirinya Pondok Pesantren, yakni tahun 1974 di Ulujami yang dipimpin oleh Drs. K.H. Mahrus Amin, Pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah yang beranggotakan guru-guru, santri dan warga Pondok Pesantren Darunnajah lainnya. Berdirinya KPDN tidak terlepas dari peraturan perkoperasian No.12 tahun 1967 sebagai berikut: “ Bahwa koperasi Indonesia bekerja sama, bertgotong-royong berdasar berdasarkan persamaan derajat, hak dan kewajiban”  Hal tersebut sesuai dengan arah dan tujuan Pondok Pesanten Darunnajah. KPDN didirikan pertama kali dengan modal yang diperoleh hanya dari simpanan pokok dan simpanan wajib saja. Usaha-usaha yang dikelola oleh KPDN ini masih terbatas pada penyediaan alat-alat tullis kantor dan penyediaan kebutuhan para anggota Pondok Pesantren itu sendiri. Seiring perkembangan zaman para pegurus anggota KPDN terus mencoba memajukan KPDN tersebut dengan membuat usaha-usaha baru tanpa harus meninggalkan usaha yang lama. Dengan menambah usaha baru ini KPDN bukan hanya menyediakan kebutuhan para anggota Pondok Pesantren Darunnajah saja, melainkan pula dapat menyediakan kebutuhan-kebutuhan warga masyarakat sekitarnya. Contohnya, KPDN pernah memberikan modal kepada pengrajin peci. Kemudian setelah para pengrajin tersebut dapat mengembangkan usahanya sendiri, dapat hidup mandiri, maka KPDN segera menghentikan bantuan tersebut untuk memberikan kesempatan lebih luas kepada pengrajin peci tersebut. Selain itu KPDN juga memberikan kesempatan kepada guru-guru dan masyarakat sekitar Pondok Pesantren Darunnajah untuk menjadi anggota KPDN dengan memberikan izin berdagang atau memasok barang ke kantin-kantin, baik kantin putra maupun kantin putri, atau ke toko yang ada di Pondok Pesantren Darunnajah dengan system bagi hasil.

B.     Status Koperasi Pondok Pesantren Darunnajah
Koperasi Pondok Pesantren Darunnajah telah memiliki badan hukum yang tercatat pada kantor Departemen Koperasi Jakarta Selatan dengan Badan Hukum No. 2407/BH/I 3 Oktober 1989. 

C.     Latar Belakang Koperasi Pondok Pesantren Darunnajah
Latar belakang didirikannya KPDN ialah sebagai berikut:
1.      Untuk memenuhi semua kebutuhan santri di dalam Pesantren, karena dengan tersedianya semua kebutuhan, para santri tidak akan berbelanja di luar Pesantren yang akan menggangu jalannya disiplin Pesantren.
2.      Sebagai sumber dana bagi Pesantren. KPDN adalah salah satu usaha Pesantren yang mempunyai andil besar dalam membantu usaha perkembangan dan pembangunan Pondok Pesantren Darunnajah.
3.      Salah satu sarana pendidikan perkoperasian bagi para santri baik teoritis maupun praktis.
D.     Susunan Pengurus Koperasi Pondok Pesantren Darunnajah       
Penasehat              :
-          Ketua Umum Yayasan Darunnajah
-          Pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah 

Badan Pengurus   
Ketua        : Fitriana Hidayati, S.H., M.Kn.
Sekretaris  : Yuli Eva Rusmalina
Bendahara : Mualimah, S.Pd.

Badan Pengawas
Ketua        : Drs. H. Bahruddin Moyensyah, MM
Sekretaris  : H. Abdul Haris Qodir 
Anggota    : Ina Melyuni 

Pengurus Harian 
Manajer     : Yuli Eva Rusmalina

E.      Unit Usaha Koperasi Pondok Pesantren Darunnajah
Unit Usaha milik Pondok Pesantren Darunnajah yang dikelola oleh KPDN adalah:
1.      Dapur Umum
2.      Toko Pelajar
3.      Kantin
4.      Kedai Pramuka
5.      BMT
6.      Darunnajah Production House
7.      D’smart (Darunnajah Syariah Multi Finance)
8.      Alfa Mart Darunnajah
9.      Darunnajah Tour & Travel
10.  Warung Telekomunikasi (Wartel)
11.  Rental Mobil
12.  Klinik Darunnajah
13.  Warung Internet (Warnet)
14.  Photocopy
15.  Azalia Barber Shop
16.  Laundry
17.  Perkebunan Sawit
Jadi, dalam koperasi pesantren ini disamping tujuan yang ekonomis komersial, koperasi harus memperhatikan pula tujuan dan cita-cita sosialnya, terutama bagi anggota-anggotanya. Sehingga seorang pengurus koperasi pesantren yang baik harus berusaha dan mampu menjalankan fungsi ekonomi dan fungsi sosial koperasi yang dipimpin dibawah naungan guru dan dijalankan oleh pengurus yang melibatkan santri –santri secara baik dan berimbang, koperasi pesantren harus memperhatikan pendidikan anggota-anggotanya. Koperasi harus memperhatikan kesejahteraan serta kesehatan para anggotanya diantaranya para santri dan masyarakat sekitar yang selalu ikut serta dalam kegiatan ekonomi. Tegasnya koperasi pesantren adalah organisasi ekonomi yang berwatak sosial.








DAFTAR PUSTAKA
Departemen Koperasi. UU No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian. Jakarta: Departemen Koperasi, 1992
Janwari, Yadi. Dzajuli, H. A. Lembaga-lembaga Perekonomian Umat Sebuah Kenalan. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2002.
Hafidhuddin, Didin. Hendri Tanjung. Manajemen Syariah dalam Praktek. Jakarta:Gema Insani,2003.
M. Nadratuzzaman Hosen, AM Hasan Ali, A. Bahrul Muhtasib. Materi Dakwah Ekonomi Syariah. Jakarta:PKES (Pusat Ekonomi Syariah), 2008.
Raper, Michael. Negara Tanpa Jaminan Sosial. Jakarta: TURC, 2008.
Syakir Sula, Muhammad. Amanah Bagi Bangsa – Konsep Sistem Ekonomi Syariah. Jakarta:MES dan MUI, 2008.
Sihono, Teguh.  Pengantar Ekonomi Koperasi. Yogyakarta: FPIPS IKIP. 1999
Tim Penyusun. Al-Qur’an dan terjemahannya. Jakarta:Departement Agama Republik Indonesia, 1971.

Sumber Internet
http//www.koperasisyariah.com/category/koperasi-syariah/page/2



[1] M. Nadratuzzaman Hosen, AM Hasan Ali, A. Bahrul Muhtasib. Materi Dakwah Ekonomi Syariah. Jakarta:PKES (Pusat Ekonomi Syariah), 2008. Hal 67

[2] Teguh Sihono. (1999). Pengantar Ekonomi Koperasi, Yogyakarta: FPIPS IKIP
[3] Departemen Koperasi. (1992). UU No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, Jakarta: Departemen Koperasi.

[4] http//www.koperasisyariah.com/category/koperasi-syariah/page/2
[5] Hafidhuddin, Didin. Hendri Tanjung. Manajemen Syariah dalam Praktek. Jakarta:Gema Insani,2003. Hal 165