BAB I
PENDAHULUAN
I.1. PENGERTIAN
Al Musyarakah (partnership) adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan konstribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Al Musyarakah termasuk kedalam akad tijarah (for profit transaction).
1.2. DASAR HUKUM (LANDASAN SYARIAH)
- AL QUR’AN
24. Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.
- AL HADIST
Dari abu hurairah, Rasulullah bersabda: “sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla berfirman, ‘Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak menghianati yang lainya” (H.R. Abu Dawud no. 2936, Dala kitab Al-Buyu dan Hakim)
- IJMA
Ibnu Qudama dalam kitabnya Al-Mughni berkata, “kaum muslimin telah berkonsensur terhadap legitimasi masyarakat secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.”
I.3. RUKUN DAN SYARAT
- RUKUN
Rukun merupakan sesuatu yang wajib dilakukan dalam suatu transaksi (necessary condition), begitu pula pada transaksi yang terjadi pada kerja sama bagi hasil al-Musyarakah. Pada umumnya, rukun dalam muamalah iqtishadiyah (muamalah dalam bidang ekonomi) ada tiga[1] yaitu:
- Pelaku, bisa berupa penjual dan pembeli (dalam kad jual beli), penyewa-pemberi sewa (dalam akad sewa-menyewa), dan dalam hal ini pemberi modal-pelaksana usaha (dalam akad al-Musyarakah)
- Objek, dari semua akad diatas dapat berupa uang, barang atau jasa. Tanpa objek transaksi, mustahil transakasi akan tercipta.
- Ijab-kabul, adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang bertransakasi.
- SYARAT
Syarat adalah sesuatu yang keberadaanya melengkapi rukun (sufficient condition)[2]. Bila rukun dipenuhi tetapi syarat tidak dipenuhi, rukun menjadi tidak lengkap sehingga transaksi tersebut menjadi fasid (rusak). Demikian menurut mazhab hanafi. Seperti syarat berikut:
- Perserikatan itu merupakan transaksi yang boleh diwakilkan. Artinya, salah satu pihak jika bertindak secara hukum terhadap objek perserikatan itu dengan izin pihak lain, dianggab sebagai seluruh wakil pihak yang berserikat.
- Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah.
- Presentase pembagian keuntungan untuk masin-masing pihak yang berserikat dijelaskan ketika berlangsungnya akad. Keuntungan itu diambil dari hasil laba harta perserikatan, bukan dari harta lain.
- Modal, harga barang dan jasa harus jelas.
- Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi.
- Barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal.
I.4. KETENTUAN-KETENTUAN YANG TERKAIT
Ketentuan umum pembiayaan Musyarakah adalah sebagai berikut:
- Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek muyarakah.
- Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai porsi kesepakatan sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan konstribusi modal.
- Proyek yang dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk Bank.
I.5. BERAKHIRNYA
Berakhirnya kerja sama bagi hasil al-Musyarakah apabila dalam transaksi tersebut terdapat kemungkinan, menjadi haram atau akadnya yang tidak sah, serta pemilik modal atau pelaksana usaha yang melakukan tindakan seperti factor-faktor berikut ini:
- Ta’alluq terjadi bila kita dihadapkan pada dua akad yang saling dikaitkan, maka berlakunya akad 1 tergantung akad 2. Contohnya A menjual barang X seharga Rp. 120 juta secara cicilan kepada B, dengan syarat bahwa B harus kembali menjual barang X tersebut kepada A secara tunai seharga Rp. 100 juta. Dalam terminology fiqih, kasus diatas disebut bai’al’inah.dan hal ini haram untuk dilakukan.
- Two in one, adalah kondisi dimana suatu transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus, sehingga terjadi ketidakpastian (gharar) mengenai akad mana yang harus digunakan (berlaku). Dalam terminology fiqih, kejadian ini disebut shafqatain fi al-shafqah. Two in one terjadi apabila, objek sama, pelaku sama, dan jangka waktu sama.
- Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.
- Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa izin pemilik modal lainnya.
- Memberi pinjaman kepada pihak lain.
- Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain.
- Salah satu pihak menarik diri dari perserikatan, krena menurut pakar fiqh, akad perserikatan itu tidak bersikat mengikat, dalam artian tidak boleh dibatalkan.
- Salah satu pihak yang berserikat meninggal dunia.
- Salah satu pihak yang berserikat menjadi tidak cakap hukum (seperti gila yang sulit disembuhkan).
- Salah satu pihak murtad (keluar dari agama Islam) dan melarikan diri ke negeri yang berperang dengan negeri muslim; karena orang seperti ini dianggap telah wafat.
I.6. MACAM-MACAM AL MUSYARAKAH
- MUSYARAKAH KEPEMILIKAN
Tercipta karena warisan, wasiat atau kondisi lainya yang mengakibatkan pemilik satu dimiliki oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.
- MUSYARAKAH AKAD
Tercipta karena adanya kesepakatan dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah dan sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Al muyarakah ini terdapat lima macam, yaitu:
1. Syirkah al inan yaitu para pihak yang mencampurkan modal yang tidak sama misalnya Rp. X dicampur dengan Rp. Y. Sehingga keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan nisbah. Sedangkan, kerugian dibagi berdasarkan besarnya proporsi modal yang ditanamkan dalam syirka tersebut.
2. Syirkah mufawadha yaitu para pihak yang mencampurkan modal yang sama, misalnya Rp. X dicampur dengan Rp. X. Sehingga keuntungan serta kerugian yang dibagi masing-masing pihak jumlahnya sama.
3. Syirka al-A’maal/ Abdan yaitu para pihak yang mencampurkan modal yang sama tetapi berupa jasa misalnya dua orang arsitek yang menggarap sebuah proyek maka, keuntungan dibagi menurut nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat. Sedangkan kerugian, kedua belah pihak sama-sama menanggung yaitu dalam bentuk hilangnya segala jasa yang telah dikonstribusikan.
4. Syirkah Wuju yaitu kontrak dua orang ataua lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis, mereka membeli barang secara kredit dari satu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Jenis al-musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasarkan jaminan tersebut. Karenanya, kontrak ini pun lazim disebut musyarakah piutang. Keuntungan dibagi berdasararkan keputusan nisbah masing-masing pihak. Sedangkan kerugian, hanya pemilik modal saja yang menanggung kerugian financial yang terjadi. Pihak yang menyumbangkan reputasi/nama baik, tidak perlu menanggung kerugian financial, karena tidak mnyumbangkan modal financial apapun. Namun demikian, pada dasarnya ia tetap menanggung kerugian pula., yakni jatuhnya reputasi/nama baik.[3]
5. Syirkah mudharabah yaitu yirkah yang apabila terjadi keuntungan maka dibagi hasil sesuai nisbah yang disepakati kedua belah pihak yaitu pemilik modal serta pelaku usaha. Namun, apabila rugi maka akan terjadi perbedaan yaitu penyandang modal (shahib al-maal) = berupa kerugian financial, sedangkan pihak yang meengkonstribusi jasa (mudharib) = berupa hilangnya waktu dan usaha yang selama ini sudah ian kerahkan tanpa mendapatkan imbalan apapun. Biasanya pembahasan syirkah mudharabah akan mendapatkan tersendiri secara lebih terperinnci menurut para ulama.
BAB II
APLIKASI DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH SAAT INI
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah (syirkah atau syarikah). Secara spesifik bentuk konstribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang dagangan (tranding aset), kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment) atau intangible asset (seperti hak paten goodwill), kepercayaan/reputasi (credit/worthiness) dan barang-barang lainya yang dapat dinilai dengan uang. Seperti aplikasi dalam perbankan berikut:
II.1. APLIKASI PRAKTEK PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH
- Pembiayaan Proyek
Al-Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek di mana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
Contoh :
Pak Usman adalah seorang pengusaha yang akan melaksanakan suatu proyek. Usaha tersebut membutuhkan modal sejumlah Rp. 100.000.000,-. Ternyata, setelah dihitung, Pak Usman hanya memiliki Rp. 50.000.000,- atau 50% dari modal yang diperlukan. Pak Usman kemudian datang ke sebuah bank syariah untuk mengajukan pembiayaan dengan skema musyarakah. Dalam hal ini, kebutuhan terhadap modal sejumlah Rp. 100.000.000,- dipenuhi 50% dari nasabah dan 50% dari bank. Setelah proyek selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
Seandainya keuntungan dari proyek tersebut adalah Rp. 20.000.000,- dan nisbah atau porsi bagi hasil yang disepakati adalah 50:50 (50% untuk nasabah dan 50% untuk bank), pada akhir proyek Pak Usman harus mengembalikan dana sebesar Rp. 50.000.000,- (dana pinjaman dari bank) ditambah Rp. 10.000.000,- (50% keuntungan untuk bank).
- Modal Ventura
Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikn perusahaan , al-Musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap.
- Musyarakah Mutanaqishah
Nasabah dan bank berkongsi dalam pengadaan suatu barang (biasanya rumah atau kendaraan), misalnya 30% dari nasabah dan 70% dari bank. Untuk memiliki barang tersebut, nasabah harus membayar kepada bank sebesar porsi yang dimiliki oleh bank. Karena pembayaran dilakukan secara angsuran, pemilikan porsi modal pun berkurang secara proposional sesuai dengan besaran angsuran. Barang yang telah dibeli secara kongsi tadi baru akan menjadi milik nasabah setelah porsi nasabah menjadi 100% dan porsi bank 0%.
Contoh:
Jika kita mengambil rumah, misalnya harga rumah RP. 100.000.000,-. Bank berkonstribusi Rp. 70.000.000,- dan nasabah Rp. 30.000.000,-. Karena kedua belah pihak (bank dan nasabah) telah berkongsi, bank memiliki 70% saham rumah, sedangkan nasabah memiliki 30% kepemilikan rumah. Dalam syariah Islam, barang milik perkongsian bisa disewakan kepada siapa pun, termasuk kepada anggota perkonsian itu sendiri, dalam hal ini adalah nasabah.
Seandainya sewa yang dibayarkan penyewa (nasabah) adalah rp. 1.000.000,- per bulan, pada realisasinya Rp. 700.000,- akan menjadi milik bank dan Rp. 300.000.,- merupakan bagian nasabah. Akan tetapi, karena nasabah pada hakikatnya ingin memiliki rumah itu, uang sejumlah Rp. 300.000,- itu dijadikan sebagai pembelian saham dari porsi bank. Dengan demikian, saham nasabah setiap bulan akan semakin besar dan saham bank semakin kecil. Pada akhirnya, nasabah akan memiliki 100% saham dan bank tidak lagi memiliki saham atas rumah tersebut. Itulah yang disebut dengan pengkosian yang mengecil atau musyarakah muntanaqishah atau disebut juga dengan decreasing participation dari pihak bank.[4]
II.2. MANFAAT PRAKTEK PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH
Manfaat al-Muyarakah dalam pengaplikasianya pada bank:
1. Bank menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
2. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan mengalami negative spread.
3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuiakan dengan cash flow/arus kasusaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar halal, aman dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang rill dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
5. Prinsip bagi hasil dalam musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap di mana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
BAB III
PENUTUP
III.1. KESIMPULAN
Pembiayaan al-musyarakah merupakan pembiayaan yang dapat diaplikasikan oleh berbagai kalangan, pembiayaaan ini menggunakan akad tijarah yang secara langsung dapat menguntungkan kedua belah pihak yang berkerjasama serta memperkecil resiko kerugian yang mungkin dapat terjadi pada proses pelaksanaan proyek usaha.
III.2. SARAN
Pengaplikasian al-Musyarakah di Indonesia sangat baik untuk dilakukan, hal ini mungkin tidak jauh berbeda dengan adanya koprasi yang telah lama ada di Indonesia. Untuk itu sebaiknya pemerintah sebagai lembaga yang sangat berperan penting dalam keadaan ekonomi Indonesia agar lebih mensosialisasikan system pembiayaan al-musyarakah untuk dapat digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Mungkin tidak hanya itu sebaiknya seluruh system ekonomi Islam yang sudah ada dapat menjadi tonggak untuk pembangunan ekonomi Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Harun, Nasroen. Fikh Muamalah. Jakarta, Gaya Media Pratama:2007
Karim, Adiwarma. Bank Islam: Analaisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada:2007.
Mervin K. Lewis dan Latifa M. Algaoud. Perbankan Syariah: Prinsip Praktik dan Prospek. Jakarta, Serambi:2007.
Syafi’I Antonio, Muhammad. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta, Gema Insani Press:2001.
[1] Selain rukun yang umum yang tiga diatas, ada lagi rukun khusus untuk akad-akad tertentu. Misalnya dalam akad syirkah, tiga rukun umum diatas ditambah lagi dengan satu rukun khusus, yaitu nisbah. Begitu pula dengan akad lainya, ada juga tambahan rukun khususnya.
[2] BANK ISLAM, Analisis fiqih dan keuangan, Ir. Adiwarman A. Karim, S.E. M.B.A., M.A.E.P., lih hal 47
[3] BANK ISLAM, Analisis fiqih dan keuangan, Ir. Adiwarman A. Karim, S.E. M.B.A., M.A.E.P., lih hal 77
[4] Mohammad Ali Baharum, Masalah Perumahan Penyelesaian Menurut Perspektif Islam (Kuala Lumpur: Angkatan Belia Islam Malaysia: 1990)
0 comments:
Post a Comment