Thursday, October 28, 2010

Dinamika dan Pertumbuhan Ekonomi Kerakyatan|Ekonomi pembangunan

Dinamika dan Pertumbuhan Ekonomi Kerakyatan
Ekonomi Pembangunan




Dosen Pembimbing

Sofyan Rizal. SE. MM



MAKALAH


Riris Agustya             108046200018


JURUSAN ASURANSI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai Dinamika dan Pertumbuhan Ekonomi Kerakyatan dalam mata kulian Ekonomi Pembangunan dan memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen kami Bapak Sofyan Rizal. SE. MM
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga ALLAH SWT senantiasa meridhoi segala usaha kami. Amin.           




                                                                                    Tangerang, 2 Juni 2010



Penyusun









DAFTAR ISI

COVER…i
KATA PENGANTAR….ii
DAFTAR ISI…iii
BAB I PENDAHULUAN….1
A.           Pengertian ekonomi kerakyatan….1
B.            Pokok-pokok Pikiran Ekonomi Kerakyatan…2
C.            Sejarah Ekonomi rakyat Indonesia..3
D.           Pengembangan Usaha Kredit Mikro untuk pertumbuhan  Ekonomi Kerakyatan…3
E.            Memberdayakan Ekonomi Rakyat…4
F.             Redistribusi Aset…5
G.           Instrumen Penunjang…6
H.           Menuju Ekonomi Rakyat yang Dicita-citakan…6
BAB II DOKUMENTASI…7
BAB III KESIMPULAN…9
DAFTAR PUSTAKA..10

BAB I
DISTRIBUSI PENDAPATAN
                                             
            Pada pembahasan awal kali ini, makalah kami berisi tentang bahasan distribusi pendapatan dan kemiskinan. Kedua hal tersebut sangat berkaitan erat dan sangat berpengaruh dalam ekonomi pembangunan dan perekonomian Indonesia. Karena, jika distribusi pendapatan tidak merata maka, akan menimbulkan kemiskinan. Hal tersebut menjadi salah satu permasalahan paling foundamental yang terjadi di negara-negara berkembang salah satunya Indonesia.
Pendapatan adalah salah satu hal yang menimbulkan adanya permintaan barang dan jasa, yang dinyatakan dalam istilah moneter tidak menunjukan kebutuhan nyata dari mayoritas penduduk, maka perekonomian secara otomatis telah diarahkan pada tujuan yang salah. Oleh karena itu, kebijakan pertumbuhan ekonomi cenderung menimbulkan ketimpangan-ketimpangan yang makin meningkat dalam pendapatan[1].

A.    Distribusi Pendapatan dalam Kurva Lorenz
Dalam kurva lorenz menggambarkan distribusi komulatif pendapatan nasional dikalangan lapisan-lapisan penduduk. Idealnya 30% orang miskin hanya menguasai 18% perekonomian negara, lalu 40% penduduk menengah menguasai  32%  ekonomi, 20% orang kaya menguasai 50% ekonomi. Namun pada kenyataannya 10% orang kaya menguasai 80% ekonomi, misalnya saja di Indonesia.
Text Box: Kurva Pendapatan











B. Distribusi Pendapatan dalam Indeks Rasio Gini
Distribusi pendapatan dapat dihitung salah satunya dengan indek rasio gini. Indeks Rasio Gini adalah suatu rasio koefisien yang berkisar dari angka 0 hingga 1.
Rumus Gini Coeffisient sbb :
               n                                                                   n
GC = 1 - Σ (X i+1 – Xi) (Yi + Y i+1) atau GC = 1 - Σ fi (Y i+1 + Yi)
   1                                                                   1
Ket:
GC      = Angka Gini Coeffisient.
Xi        = Proporsi jumlah RT kumulatif dalam kelas i
fi          = Proporsi jumlah RT dalam kelas i
Yi        = Proporsi jumlah pendapatan RT kumulatif dalam kelas i
Angka GC berkisar antara 0 sd 1. Angka GC = 0 (merata mutlak), angka GC = 1 (tidak merata mutlak) adalah tindak mungkin terjadi dalam kenyataan. Untuk negara-negara sedang berkembang, dinyatakan bahwa distribusi pendapatan sangat timpang apabila angka gini terletak antara 0,5 sd 0,7 dan relatif sama ketimpangan distribusi pendapatannya apabila angka gini terletak antara 0,2 sd 0,35. Menurut H.T. Oshima, ketimpangan rendah apabila angka gini < 0,3; ketimpangan sedang apabila angka gini terletak antara 0,3 sd 0,4; ketimpangan tinggi apabila angka gini > 0,4.[2]

C.  Indikator Relative Inequality
Pola distribusi pendapatan masyarakat yang didasarkan pada hasil perhitungan gini ratio baru menggambarkan tingkat pemerataan pendapatan secara global. Berapa bagian yang diterima kelompok berpendapatan terendah/miskin belum nampak jelas.
Pusat Penelitian Bank Dunia dan Lembaga Studi Pembangunan Universitas Sussex, memberikan gambaran lebih jelas mengenai masalah ketidakadilan (inequality) melalui indikator yang disebut relative inequality. Relatif inequality merupakan ketimpangan dalam distribusi pendapatan yang diterima oleh berbagai golongan masyarakat. Kriteria relative inequality sebagai berikut.:
  1. High inequality , apabila 40% penduduk berpendapatan terendah menerima <12% dari bagian pendapatan nasional (GNP) atau distribusi sangat pincang.
  2. Moderate inequality, apabila 40% penduduk berpendapatan terendah menerima antara 12% sd 175 dari bagian pendapatan nasional (GNP) atau kepincangan dianggap sedang.
  3. Low inequality , apabila 40% penduduk berpendapatan terendah menerima >17% dari bagian pendapatan nasional (GNP) atau distribusi pendapatan tidak terlalu pincang

D. Relative Inequality dan Absolute Poverty
Dimensi permasalahan distribusi pendapatan dalam relative inequality belum lengkap apabila tidak memperhatikan tingkat kemiskinan absolut (absolute poverty) dalam masyarakat. Relatifve inequality dan absolute poverty merupakan dua aspek kembar dalam konsep keadilan dalam proses perkembangan masyarakat. Absolute poverty berdasarkan studi penelitian di negara-negara sedang berkembang oleh Montex S. Ahluwalia dengan mempergunakan dua ukuran, yaitu:
a.       tingkat pendapatan US $ 50
b.      tingkat pendapaan US $ 75 per bulan/jiwa
Persoalan selanjutnya, mengetahui hubungan antara Relatifve inequality dan absolute poverty yaitu menjawab pertanyaan berupa jumlah orang dalam kelompok berpendapatan rendah (40% miskin) yang hidup dibawah garis kemiskinan US $ 75 per bulan/jiwa. Langkah-langkah sbb.:
a.       Menghitung nilai GNP atau pendapatan nasional total:
TGNP = GNPkap . P
b.      Menghitung bagian yang diterima oleh 40% kelompok berpendapatan rendah/miskinberdasarkan distribusi:
      Dis = x% . TGNP           
c.       Menghitung bagian yang diterima 40% kelompok miskin secara per kapita:
YP = Dis
        40% . P

Ket:
TGNP                     = nilai total GNP
GNPkap             = GNP perkapita
P                      = jumlah seluruh penduduk
x%                   = % bagian GNP yang diterima 40% kelompok berpendapatan rendah
Yp                   = pendapatan penduduk miskin
Misalnya:
Pendapatan per kapita rata-rata penduduk Indonesia US $128, jumlah penduduk 120 juta jiwa dan 40% penduduk berpendapatan rendah menerima 15% dari seluruh pendapatan, maka dapat dihitung pendapatan per kapita penduduk miskin sbb.
a. Nilai pendapatan total penduduk:
= 120 juta x $128 = $15.360 juta
b.  Bagian yang diterima oleh 40% penduduk berpendapatan rendah:
= 15% x $15.360 = $2.304 juta
c. 40% penduduk berpendapatan rendah secara per kapita akan menerima:
= $2.304 juta/ 40% x 120 juta = $48
Jadi 40% penduduk berpendapatan rendah secara per kapita menerima $48 dan angka ini masih dibawah $50 atau $75 sebagai batas garis kemiskinan internasional.

E. Distribusi Pendapatan Dalam Islam
Konsep pertumbuhan ekonomi maupun ekonomi pembangunan akan tepat digunakan bila keduanya bermuara pada upaya peningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata. Untuk mencapai kesejahteraan ekonomi masyarakat tersebut sangat tergantung pada cara melakukan distribusi pendapatan nasional. Sayangnya, kalangan ahli ekonomi modern menganggap bahwa masalah distribusi pendapatan bukan sebagai masalah perseorangan, melainkan sebagai masalah distribusi fungsional yang merupakan tugas pemerintah. (Eko Suprayitno, 2005: 25).
Sementara dalam Islam, ada kewajiban secara materi bagi mereka yang memiliki rejeki yang lebih kepada mereka yang kurang beruntung. Dengan demikian maka tanggung jawab distribusi pendapatan sebagai bagian dari upaya pemerataan kesejahteraan masyarakat tidak semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan menjadi tanggung jawab bersama masyarakat.
Perbedaan mengenai pemilik tanggung jawab atas distribusi ini lah yang menjadi pembeda sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi kapitalis. Sistem ekonomi Islam yang mengedepankan kemaslahatan umat, memandang bahwa di samping merupakan tugas pemerintah, pemerataan ekonomi juga menjadi tanggung jawab setiap masyarakat yang mampu, di antaranya melalui zakat, infaq, sedekah, dan lain sebagainya. Hal tersebut juga sebagaimana dikemukakan oleh Chapra yang menyatakan bahwa ada sejumlah nilai dan institusi Islam yang dianggap dapat membantu menciptakan persaudaraan Islam yang ideal, persamaan sosial dan distribusi yang merata, di antaranya adalah zakat dan warisan[3]. Dengan cara memanfaatkan zakat sebagai  alat bantu sosial mandiri yang menjadi kewajiban moral bagi orang kaya kepada orang miskin, sehingga kemelaratan dan kemiskinan dapat terhapuskan. (Chapra, 2002:317).














BAB II
KEMISKINAN
           
            Kemiskinan dialami oleh semua warga didunia, yang merupakan permasalahan klasik di berbagai negara. Banyak penyebab yang bisa dijadikan alasan, sehingga dapat menimbulkan kemiskinan. Adapun penyebab kemiskinan menurut Sharped al.[4] yaitu:
  1. Ketidaksamaan pola pemikiran sumberdaya.
  2. Perbedaan kualitas SDM.
  3. Perbedaan dalam akses modal, maksudnya ketika seseorang ingin bangkit dari keterpurukan (miskin), ia sulit untuk mendapatkan modal.
Kemudian, kemiskinan juga terdapat beberapa jenis. Berikut kita jelaskan tentang jenis-jenis kemiskinan:
  1. Kemiskinan absolut, ukurannya adalah orang yang bisa membeli 2100kal, (3 Piring Nasi, di indentifikasikan jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan tertentu).
  2. Kemiskinan Relatif, pangsa pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing golongan pendapatan.
  3. Kemiskinan Kultural, adalah  kemiskinan yang dipicu oleh lemahnya etos kerja, sikap hidup yang fatalis dan salah dalam memahami makna rizki, malas berusaha termasuk malas mengembangkan kemampuan diri serta terperangkap pada budaya miskin itu sendiri.
  4. Kemiskinan Struktural, disebabkan misalnya karena letak geografis suatu daerah yang berda di daerah terpencil. Selain itu juga bisa dikatakan kemiskinan akibat dari setting sosial yang individualistik. Yakni ketika orang yang mampu (kaya) dengan egonya merasa acuh dengan kehidupan kemiskinan yang ada di sekitarnya, termasuk tidak adannya kesadaran bahwa banyaknya orang yang ada di sekitarnya yang membutuhkan uluran tanganya. Ia sibuk dengan dirinya sendiri, berlomba-lomba memenuhi semua keinginanya (bukan kebutuhan) yang tidak terbatas, sedangkan orang yang ada disekitarnya sedang kesulitan mencari makan.
Garis kemiskinan merupakan patokan terpenting untuk mengukur tingkat kemiskinan sehingga kebijaksanaan untuk mengatasi masalah kemiskinan dan perkiraan tentang kemiskinan terkait dengan tolok ukur garis kemiskinan tersebut. Dalam pembahasan ini, tingkat kemiskinan dan garis kemiskinan akan diuraikan secara tersendiri untuk memudahkan pemahaman kita.

A. Tingkat Kemiskinan
 Pada dasarnya terdapat dua pendekatan di dalam mengukur tingkat kemiskinan yaitu:
1.         Head-count measure, yaitu memperkirakan jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan.
2.         Poverty gap, yaitu memperhitungkan jumlah dana yang diperlukan untuk mengatasi masalah kemiskinan.
Ukuran jumlah orang (head-count measure) di dalam menentukan tingkat kemiskinan diperoleh dari :
K = q/n . 100

Keterangan:
K         = tingkat kemiskinan
q          = jumlah penduduk miskin atau berada dibawa garis kemiskinan
n          = jumlah penduduk

B. Garis Kemiskinan
Perkiraan , garis kemiskinan di Indonesia telah banyak dilakukan oleh para ahli seperti Esmara, Sayogya, Booth dsb. Perkiraan tentang garis kemiskinan disesuaikan dengan beberapa pendekatan, misalnya kebutuhan minimum, atau kebutuhan dasar. Di sini kita mengambil contoh komponen kebutuhan dasar untuk bangsa Indonesia, sebagai berikut:
  1. Esmara melihat sandang, pangan, perumahan, pendidikan dan kesehatan merupakan komponen kebutuhan dasar primer.
  2. BPS melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) menyusun komposisi kebutuhan dasar pangan dan bukan pangan. Adapun indikator untuk mengukur kebutuhan dasar adalah pengeluaran per kapita di daerah kota maupun pedesaan.
Berdasarkan pengeluaran per kapita untuk memenuhi kebutuhan dasar Ukuran garis kemiskinan di Indonesia secara khusus dijelaskan Esmara, sebagia berikut:
a.       Secara relatif, garis kemiskinan rakyat dihitung berdasarkan realisasi pengeluaran per kapita untuk memenuhi kebutuhan dasar (Kd).
b.      Secara mutlak, perkiraan pengeluaran per kapita untuk memenuhi kebutuhan dasar diproyeksikan melalui IBM sehingga diperolah menurut harga yang berlaku.
Penjelasan di atas merupakan ukuran garis kemiskinan yang terdapat di Indonesia, kemudian para ahli juga menjelaskan ukuran garis kemiskinan secara Internasional. Secara internasional, garis kemiskinan ditentukan berdasarkan kebutuhan dasar:
  1. Atkinson, menyarankan garis kemiskinan ditentukan ½ dari pengeluaran per kapita. Maksudnya apabila setiap kapita hanya bisa mencukupi ½ atau kurang dari setengah kebutuhan dasar dari pendapatan perkapita  maka dapat digolongkan dalam kemiskinan.
  2. McNamara, mengatakan 1/3 dari pengeluaran per kapita.     
  3. Esmara, mengemukakan sekitar 2/3  untuk wilayah kota dan ¾ untuk wilayah desa dari pengeluaran per kapita.










BAB III
KESIMPULAN

            Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa distribusi pendapatan dan kemiskinan sangat berkaitan erat. Karena apabila distribusi pendapatan tidak merata maka, kemiskinan tidak dapat terhindarkan atau akan terus bertambah dalam suatu negara.
Oleh karena itu, kemiskinan harus ditanggulangi segera, caranya harus disesuikan dengan penyebab masing-masing pada suatu negara. Karena, pada masing-masing negara mempunyai karateristik yang berbeda, sehingga cara penanggulangannya  juga berbeda. Namun sebelumnya perlu dilakukan, kajian secara ilmiah terhadap berbagai fenomena yang berkaitan dengan kemiskinan, seperti faktor penyebab proses
terjadinya kemiskinan atau pemiskinan dan indikator-indikator dalam pemahaman gejala kemiskinan serta akibat-akibat  dari kemiskinan itu sendiri. Seperti di Indonesia, pemerintah kabupaten/kota dengan dibantu para peneliti perlu mengembangkan sendiri sistem pemantauan kemiskinan di daerahnya, khususnya dalam era otonomi daerah sekarang.  Para peneliti tersebut tidak hanya dibatasi pada disiplin ilmu ekonomi, tetapi juga disiplin ilmu sosiologi, ilmu antropologi, dan lainnya.













DAFTAR   PUSTAKA

Mulyanto Sumardi & Hans-Dieter Evers, ed. KEMISKINAN DAN KEBUTUHAN
POKOK. CV Rajawali. Jakarta:1982
Cokroamijoyo, Bintoro. Mustoadidjaya. Teory & Strategi Pembangunan Nasional. CV
            Haji Masaagung. Jakarta: 1988

INTERNET

Materi 5-6 PERTUMBUHAN, KEMISKINAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
keyword, kemiskinan. Lih, www.google.com
TEORY EKONOMI MAKRO II, Pertumbuhan Ekonomi & Ekonomi Pembangunan,
Iim Qo imuddin., SE., M.Si http://www.daneprairie.com.
dimasyarakat/















DINAMIKA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI KERAKYATAN

A. Pengertian ekonomi kerakyatan
            Ekonomi Kerakyatan adalah rakyat yang bergerak dalam aktifitas ekonomi usaha kecil informal dan tradisional, maka jumlah kesemuanya berarti sekitar 93% penduduk.

B.     Pengembangan Usaha Kredit Mikro untu pertumbuhan  Ekonomi Kerakyatan
            Salah satu upaya strategis untuk pemberdayaan ekonomi rakyat adalah mengembangkan  skim-skim pembiyaan alternatif. Diantara skim-skim pembiyaan alternatif tersebut adalah kredit mikro. Kredit mikro menduduki posisi strategis dalam pemberdayaan usaha kecil. Hal ini mengingat 95% usaha kecil di Indonesia tergolong pengusaha mikro yang memiliki omset dibawah Rp. 50 juta per tahun. Kelompok usaha yang termasuk usaha kecil mikro antara lain: pedagang kecil, usaha rumah tangga, usaha mandiri seperti jamu gendong, tukang bakso, tukang sayur, pedagang asongan yang merupakan kelompok produktif, dilapisan akar rumput.  Kelompok usaha mikro ini menjadi sandaran sebagian ekonomi keluarga baik yang berada di pedesaan maupun di masyarakat miskin perkotaan. Dalam beberapa hal, usaha kredit mikro sering juga disebut usaha informal. Kelompok usaha mikro inilah yang menjadi lahn bisnis bagi tumbuhnya usah kredit mikro.



[1] Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok, Mulyato Sumardi & Hans Dieter Evers, ed. Lih hal V.
[2] Materi 5-6 PERTUMBUHAN, KEMISKINAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN key word, kemiskinan. Lih, www.google.com
[3] Teory Ekonomi Makro II Pertumbuhan Ekonomi & Ekonomi Pembangunan Iim Qo imuddin., SE., M.Si Lih hal 49-50
[4] Sharpet al. 1996 hal 173-191


0 comments:

Post a Comment