Sunday, March 13, 2011

Akhlak Tasawuf Tarekat


BAB I
PENDAHULUAN

I.1 PENGERTIAN
            Istilah Tarekat berasal dari kata Ath-thariq (jalan) menuju kepada Hakikat atau dengan kata lain pengalaman Syari’at, yang disebut “Al-Jaraa” atau “Al- Amal”.[1] Sehingga tarekat adalah suatu metode atau cara yang harus ditempuh seorang salik (orang yang menempuh kehidupan sufistik), dalam rangka membersihkan jiwanya sehingga dapat membeersihkan diri kepada Allah swt. [2]

I.2 SEJARAH
            Tarekat mengalami perjalanan panjang dalam sejarahnya. Semula tarekat dipergunakan oleh sufi besar dan kemudian diikuti oleh murid-muridnya, sebagaimana halnya mazhab-mazhab dalam bidang fiqh dan firqah-firqah dalam bidang kalam. Pada perkembangan berikutnya membentuk suatu jam’iyyah (organisasi) yang disebut dengan tarekat.[3] Sebagai contoh adalah munculnya kehidupan zuhud dan ‘uzlah yang dipelopori oleh Hasan al-Basri (110 H) dan Ibrahim Ibn Adham (159 H). gerakan ini muncul sebagai reaksi terhadap pola hidup hedonistik (berfoya-foya), yang dipraktekan oleh para pejabat Bani Umayyah. Berkembangnya tasawuf filosofis yang dipelopori oleh Al-Hajjaj (309 H), dan Ibn Arabi (637 H), tampaknya tidak lepas dari adanya pengaruh gejala global masyarakat Islam, yang cendrung tersilaukan oleh berkembangnya pola hidup rasional. Hal ini merupakan pengaruh para filosofi paripatetik, seperti Al-Kindi, Ibn Sina, Al- Farabi dan para tokoh filosof paripatetik lainnya.[4]
            Demikian juaga halnya, munculnya gerakan tasawuf sunni yang dipelopori oleh al-Qusyairi, al-Gazali, juga tidak terlepas dari dianamika masyarakat Islam pada saat itu. Mayarakat banyak mengikuti pola hidup sufistik yang menjauhi Syariatdan tenggelam dalam keasikan filasafatnya.[5] Sehingga mincul gerakan kembali ke syari’at dal ajaran tasawuf, yang dikenal dengan istilah tasawuf sunni. Adak 2 faktor yang menyebabkan lahirnya tarekat pada masa itu, yaitu factor cultural dan structural. Dari segi politik, dunia Islam sedang mengalami krisis hebat. Dibagian barat dunia Islam, seperti wilayah Palestina, Syiria, dan Mesir mengahadapi serangan orang-orang Kristen Eropa, yang terkenala dengan perang salib. Selama kurang dua abad (490-656 H/ 1096-1258 M) telah beberapa kali mengalami peperangan dasyat.
Dibagian timur dunia Islam mengahadapi serangan Mongol, yang haus darah dan kekuasaan. Ia melalap setiap wilyah yang dijarahnya. Demikian juga halnya badhag sebagai pusat kekuasaan dan peradaban Islam. Situasi politik kota badhag tidak menentu, karena selalu terjadi perebutan kekuasaan di antara para amir (Turki dan Dinasti Buwaihi). Secara formal khalifa masih diakui, tetapi secara praktis penguasa yang sebenarnya adalah para amair dan sultam-sultan, mereka membagi wilayah kekhalifahan Islam menjadi daerah-daerah otonom yang kecil-kecil. Keadaan buruk ini disempurnakan (keburukanya) dengan peghancuran kota Badhag oleh Hulagu Khan (1258 M).
Dalam situasi ini wajarlah jika umat Islam berusaha mempertahankan agamanya dan berpegang teguh pada doktrinya yang dapat menentramkan jiwa dan menjalain hubungan damai dengan sesame muslim.
Menurut Harun Nasution sejarah perkembangan tarekat secara garis besar melaui tiga tahap yaitu tahap khanaqah, tahap tariqah dan tahap ta’ifah.
  1. Tahap Khanaqah
Tahap khanaqah (pusat pertemuan sufi), dimana syekh mempunyai sejumlah murid yang hidup bersama-sama dibawah peraturan yang tidak ketat, syekh menjadi mursyid yang dipatuhi. Kontemplasi dan laithan-latihan spiritual dilakukan secara individual dan secara kolektif. Ini terjadi sekitar abad X M, gerakan ini mempunyai bentuk aristokratis. Masa khanaqah ini merupakan masa keemasan thasawuf.
  1. Tahap Tariqah
Sekitar abad XIII M, merupakan masa terbentuknya ajaran-ajaran, peraturan, dan metode thasawuf.  Pada masa ini muncul pusat-pusat yang mengajarkan tasawuf , serta masa diman berkembangnya metode-metode kolektif baru untuk mencapai kedekatan diri kepada Allah swt.
  1. Tahap Ta’ifah
Terjadi sekitar abad XV M. Disini terjadi transmisi ajaran dan peraturan kepada pengikut. Pada masa ini muncul organisasi-organisasi tasawuf yang mempunyai cabang-cabang ditempat lain. Pada tahap ta’ifah inilah tarekat mengandung arti lain, yaitu organisasi sufi yang melestarikan ajaran syekh tertentu seperti tarekat Qadiriyah, tarekat Naqyabandiyah, serta tarekat Syadziliyah.
            Menurut L. Massignon, yang pernah mengadakan penelitian terhadap kehidupan thasawuf di beberapa Negara Islam, istilah tarekat yang populer pada abad ke-IX dan ke-Masehi adalah Al-maqaamaat dan Al-ahwaal yang mengandun pengertian sebagai pendidikan rohani yang sering dilakukan oleh orang-orang yang menempuh kehidupan thasawuf. Selanjutnya pada abad ke-IX tarekat juga populer sebagai suatu perkumpulan yang didirikan menurut aturan yang telah dibuat oleh seorang syekh yang menganut suatu aliran tertentu, lalu diamalkan bersama dengan murid-muridnya.

I.4. TATA CARA PELAKSANAAN TAREKAT
            Tarekat merupakan jalan yang harus dilalui untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. mka orang yang menjalankan tarekat tersebut harus menjalankan syariat dan murinya harus memenuhi beberapa unsure-unsur berikut:
  1. Mempelajari ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan syariat agama.
  2. Mengamati dan berusaha semaksimal mungkin untuk mengikuti jejak dari guru serta melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya.
  3. Tidak mencari-cari keringanan dalam beramal agar tercapai kesempurnaan yang hakiki.
  4. Berbuat dan mengisi waktu seefisien mungkin dengan segala Wirid dan do’a guna pemantapan dan kekhusuan dalam mencapai maqomat (stasion) yang lebih tinggi.
  5. Mengekang hawa nafsu agar terhindar dari kesalahan yang dapat menodai amal.


            Tata cara pelaksanaan tarekat antara lain[6]:
  1. Zikir, yaitu ingat yang terus menerus kepada Allah dalam hati serta menyebutkan namanya dengan lisan. Zikir ini berguna sebagai alat control bagi hati, ucapan dan perbuatan agar tidak menyimpang dari garis yang sudah ditetapkan Allah.
  2. Ratib, yaitu mengucap lafal la ilaha illa Allah dengan gaya, gerak dan irama tertentu.
  3. Murzik, yaitu dalam membacakan wirid-wirid dan syair-syair tertentu diiringi dengan bunyi-bunyian (instrumentalia) seperti memukul rabana.
  4. Menari, yaitu gerak yang dilakukan mengiringi wirid-wirid dan bacaan-bacaan tertentu untuk menimbulkan kekhidmatan.
  5. Bernafas, yaitu mengatur cara bernafas pada waktu melakukan zikir yang tertentu.

            Selain itu Mustafa Zahri mengatakan bahwa untuk mencapai tujuan tarikat sebagaimana disebutkan di atas, perlu mengadakan latihan batin, riadah, dan mujahadah (perjuangan kerohanian). Perjuangan seperti itu dinamakan pula suluk dan yang mengerjakan disebut salik[7].

I.4. KEDUDUKAN TAREKAT DALAM SYARI’AT ISLAM
            Syariat memiliki tiga dimensi penting yaitu Islam, Iman, Ihsan, hal ini diriwayatkan pada hadis riwayat Muslim yang berbunyi:








Artinya:           “Wahai Muhammad ceritakan kepadaku tentang Islam. Rasul menjawab: “hendaklah engkau bersaksi bahwa  tidak ada tuhan selain Allah, Bahwa nabi Muhammad utusan Allah, mendirika shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa dibulan Ramdhan dan menunaikan ibadah haji jika mampu”. Ceritakan kepadaku tentang iman, Rasul menjawab:”Hendaklah engkau beriman kepada Allah, kepada malaikat-malaikatny, kitab-kitab sucinya, para rasulnya, hari akhir, dan hendaklah kamu beriman dengan kententuan Allah, baik yang baik-maupun yang buruk”. Ceritakan kepadaku tentang ihsan. Rasul menjawab:”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihatnya. Apabila engkau tidak mampu melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah melihatmu”

            Sehingga dapat dikatakan bahwa tarekat pada saat ini merupakan penyelarasan dari tiga dimensi tersebut, sehingga tidak perlu dikhawatirkan. Seeryi yang dinyatakan oleh Ibn Taimiyah (yang dikutip oleh Nurcholish Madjid), bahwa kita harus secara kritis dan adil dalam melihat suatu masalah, tidak dengan serta-merta menggeneralisasaikan penilaian yang tidak ditopang oleh fakta.sebab tasawuf dengan segala manifestasinya dalam gerakan-gerakan tarekat merupakan hasil ijtihad dalam mendekatkan diri kepada Allah swt.













BAB II
MACAM-MACAM TAREKAT DAN AJARANYA


II.1 MACAM-MACAM TAREKAT DI INDONESIA   
Berbagai macam tarekat telah banyak berdiri di di Dunia Islam saat ini. Salah satunya di Negara Indonesia yang berpenduduk mayoritas agama Islam. Berikut adalah macam-macamnya:
A.                Tarekat Qadiriyah
Qadiriyah adalah nama tarekat yang diambil dari nama pendirinya, yaitu ‘Abd al-Qadir Jilani lahir di Baghdad tahun 470/1077, yang terkenal dengan sebutan Syaikh ‘Abd al-Qadir Jilani al-ghawsts atau quthb al-awliya. Kemudian, ia meniggal dibadhdad pada tahun 561/1166. Tarekat ini merupakan pelopor pendirinya tarekat-tarekat yang di Dunia Islam. Tarekat ini sangat menekankan pada ajaran tauhid dan akhlak yang terpuji.
B.                 Tarekat Syadziliyah
Tarekat syadziliyah tak dapat dilepaskan hubungannya dengan pendirinya, yakni ‘Ali bin Abdullah bin ‘Abd. Al-Jabbar Abu al-Hasan al-Syadzili. Adapun pemikiran-pemikiran tarekat al-Syazilliyyah tersebut adalah:
1.        Tidak menganjurkan kepada murid-muridnya untuk meninggalkan profesi dunia mereka. Dalam hal pandangan mengenai pakaian, makanan, dan kendaraan yang layak dalam kehidupan yang sederhana akan menumbuhkan rasa syukur kepada Allah SWT. Dan mengenal rahmat ilahi.
2.        Tidak mengabaikan dalam menjalankan syari’at Islam. Ia adalah salah satu tokoh sufi yang menempuh jalur tasawuf hamper searah dengan al-Ghazali, yakni suatu tasawuf yang berlandasakan kepada al-Qur’an dan al-Sunnah, mengarah pada askestisme, pelurusan dan penyucian jiwa, dan pembinaan moral, suatu tasawuf yang dinilai cukup moderat.
3.        Zuhud tidak berarti harus menjauhi dunia karena pada dasarnya zuhud adalah mengosongkan hati dari selain Tuhan.
4.        Tidak ada larangan bagi kaum salik untuk menjadi  miliuner yang kaya raya, asalkan hatinya tidak bergantung pada harta yang dimilkinya.
5.        Berusaha merespons apa yang mengancam kehidupan ummat, berusaha menjebatani antara kekeringan spiritual yang dialami oleh banyak orang yang hanya sibuk dengan urusan duniawi.
6.        Tasawuf adalah latihan-latihan jiwa dalam rangka ibadah dan menempatkan diri sesuai dengan ketentuan Allah SWT.
7.        Dalam kaitanya dengan al-mrifah, al-Syadzili berpendapat bahwa ma’rifah adalah salah satu tujuan ahli tarekat atau tasawuf.
C.                 Tarekat Naqsyabandiyah
Pendiri tarekat naqsyabandiyah adalah seorang pemuka thaswuf terkenal yakni, Muhammad bin Muhammad Baha’ al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Nagsyabandi[8] (717 H/1381 M-791 H/1389 M), dilahirkan di Desa Qashrul Arifah, kurang lebih 4 mil dari Bukhara tempat lahir Imam Bukhari.
Tarekat Naqsyabandiyah adalah sebuah tarekat yang mempunyai dampak dan pengaruh yang sangat besar kepada masyarakat Muslim di berbagai wilayah yang berbeda-beda. Tarekat ini pertama kali berdiri di Asia Tengah kemudian meluas ke Turki, Suriah, Afghanistan, dan India.
Ciri menonjol Tarekat Naqsyabandiyah adalah:
1.           Diikutinya syariat secara ketat, keseriusan dalam beribadah yang menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari, dan lebih menyukai berzikir dalam hati.
2.           Upaya yang serius dalam mempengharuhi kehidupan dan pemikir golongan penguasa serta mendekatkan Negara pada agama.
3.           Tarekat Naqsyabandiyah tidak menganut kebijaksanaan isolasi diri dalam mengahadapi pemerintahan yang sedang berkuasa saat itu. Sebaliknya ia melancarkan konfrontasi dengan berbagai keuatan politik agar dapat mengubah pandangan mereka.
4.           Tarekat Naqsyabandiyah juga membebankan tanggung jawab yang sama kepada para penguasa dan menganggab bahwa upaya memperbaiki penguasa adalah sebagai prasyarat untuk memperbaiki masyarakat.
Pelopor berdirinya tarekat Naqsyabandiyah di nusantara adalah Syaikh Yusuf Makassari (1626-1699). Seperyi dalam bukunya Safitah al-Najah[9] ia menerima ijasah dari Syaikh Muhammad Abd. Al-Baqi di Yaman kemudian mempelajari tarekat ketiaka berada di Madinah di bawah bimbingan Syaikh Ibrahim al-Kurani. Syaikh Yusuf berasal dari kerajaan Gowa, sebuah kerajaan kecil di Sulawesi Selatan dan ia mempunyai pertalian darah dengan keluarga kerajaan di daerah itu. Ia menulis berbagai risalah mengenai thasawuf dan menulis berbagai surah-surah yang berisi nasihat kerohanian. Kebanyakan ditulis dengan bahasa Bugis.
Ajaran dasar tarekat  Naqsyabandiyah adalah:
1.           Husy dar dam,”sadar sewakti bernafas suatu latiahn konsentrasi diaman seseorang harus menjaga diri dari kekhilafan dan kealpaan ketika keluar masuk nafas, supaya hati selalu merasakan kehadiran Allah.
2.           Nazhar bar qadam, “menjaga langkah”. Seorang murid yang sedang menjalani khalwat Suluk, bila berjalan harus menundukan kepala, melihat kearah kaki. Lalu, apabila duduk, tidak memandang ke kiri dan ke kanan.
3.           Safar dar wahan, “melakukan perjalanan di tanah kelahiran maknanya adalah melakukan perjalan batin dengan meninggalkan segala bentuk ketidaksempurnaan sebagai manusia menuju kesadaraan akan hakikatnya sebagai mahluk yang mulia.
4.           khalawat dar Anjuman, “sepi di tengah keramaian”. Khalwat bermakna menyepinya seorang petapa, sementara anjuman dapat berarti perkumpulan tertentu.
5.           Yad krad, “ingat atau menyebut. Ialah berzikir terus-menerus mengingat Allah., baik zikir ism al-dzat(menyebut Allah), maupun zikir naïf itsbat (menyebut La Ilaha Illa Allah).
6.           Baz Gasht “kembali” “memperbarui”,  hal ini dilakukan untuk mengendalikan hati agar tidak condong kepada hal yang menyimpang (melantur).
7.           Nigah Dasyt, “waspada ialah setiap murid harus menjaga hati, pikiran dan perasaan dari sesuatu walaupun sekejap ketika melakukan zikir tauhid.
8.           Yaf Dasyt, “mengingat kembali” adalah tawajuh (menghadapkan diri) kepad nur zhat Allah yang maha Esa, tanpa berkata-kata.

D.                Tarekat Qadirriyah Wa Naqsyabandiyah
Tarekat ini adalah tarekat gabungan dari tarekat Qadirriyah dan Naqsyabandiyah yang didirikan oleh Syaikh Ahmad Khatib Sambas (1802-1872) yang dikenal sebagia penulis kitab Fath al-Arifin. Sambas adalh sebuah nama kota di sebelah utara Pontianak, Kalimantan Barat. Syaikh Sambas adalah seorang syaikh dari kedia tarekat dan mengajarkan dalam satu versi yaitu mengajar dua jenis zikir sekaligus yaitu zikir yang dibaca dengan keras (jahar) dalam tarekat Qadiriyah dan zikir yang dilakukan di dalam hati (khafi) dalam tarekat Naqsyabandiyah.

            Selain itu masih banyak lagi macam-macam tarekat yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Seperti tarekat Khalwatiyah, tarekat Syattariyyah yang memperkuat ajaran Neosufisme, tarekat Sammaniyah, serta tarekat Tijaniyah.


           
II.2. MACAM-MACAM TAREKAT DI DUNIA ISLAM
Selanjutnya adalah macam-macam tarekat yang berkembang di berbagai belahan Dunia Islam. Diantaranya:
A.                Tarekat Chisytiyah
Chisytiyah adalah salah satu tarekat sufi utama di Asia Selatan. Asal usul tarekat ini dapat dilacak hingga abad ke-3 H/9 M, di kota Chist- dari nama kota inilah nama tarekat tersebut di ambil, yang dalam wilayah Afghanistan modern terletak beberapa ratus kilometer di timur barat Harat. Tarekat ini menyebar ke seluruh kawasan yang kini merupakan wilayah India, Pakistan, dan Bangladesh. Namun, hanya terkenal di India.
Pendiri tarekat Chisytiyah di India adalah Khwajah Mu’in al-Din Hasan, ia lahir pada 536 H/ 1141-42 M di Sijistan (Sistan). Kemudian ia wafat pada usia 97 tahun.
Terdapat begitu banya literature Chisytiyah yang tersedia dan sebagian besar di tulis dalam bahasa Persia. Beberapa karya penting pada tarekat Chisytiyah seperti Malfuzhat yaitu tulisan-tulisan sufi yang tidak dapat dilacaka auntetintasnya sehingga diragukan keasliannya, serta literature Biografis Chisytiyah- India paling tua yang dikenal luas adalah Siyar al-Auliya yang disusun oleh Muhammad bin Mubarak Alawi Kirmani (w. 770 H/1368-69 M) ada juga Maktubat (surat-surat) yaitu surat-surat peninggalan para pemuka Chisytiyah, khususnya yang ditinggalkan oleh Sayyid Nur Quthb-I Alam, Syaikh Abd al-Quddus Gangohi, dan Syah Kalim Allah Jahanabi. Serta juga terdapat puisi-puisi berbahasa Hindi.

B.                 Tarekat Mawlawiyah
Nama Mawlawiyah berasal dari kata “Mawlana” (guru kami atau our master) yaitu gelar yang diberikan murid-muridnya kepada seorang sufi penyair Persia tersebar sepanjang masa, Muhammad Jalal al-Din Rumi (w.1273). Oleh karena itu, jelas bahwa rumi adalah pendiri tarekat ini, yang didirikan sekitar 15 tahun terakhir hidup rumi.
Ajaran Mawlana Rumi tentang Tuhan, pada gilirannya, telah dikembangkan dari pernyataan al-Qur’an sendiri yang menyatakan bhwa Tuhan adalah “yang Awal, yang Akhir, Yang Lahir, Yang Batin”. Tuhan yang awal bagi rumi berarti bahwa Ia adalah sumber dari-Nya segala sesuatu berasal. Semua manusia yang tinggal di Bumi ini berasal dari Tuhan, walupun kini ia telah melakukan perjalanan atau pengembaraan yang jauh. Begitu jauhnya mereka mengembara, sehingga banyak manusia yang tidak bisa lagi meliahat, karena terhalang debu yang dikepulkan oleh bekas langkahnya. Nasib manusia digambarkan oleh Rumi ta ubahnya seperti seruling, yang telah dipisahkan jauh dari induknya. Tak heran jiak suara seruling yang dalam tarekat Mawlawi merupakan salah satu alat musik yang penting dalam sama’ mereka, sering begitu menyayat hati, menyanyikan kerinduan yang mendalam untuk bias berjumpa dengan tempat asalnya. Keluh kesah manusia, ditafsirkan Rumi sebagi bukti adanya rasa rindu yang mendalam terhadap asal-usul mereka, yang sering tidak disadari, yaitu Tuhan sebagai “sang Awwal”. Konsep utamanya tentang Cinta, yang disebutnya ‘isyq (ardent love/cinta membara) dan bukan mahabbah misalnya menyibakan keterpisahan antara manusia, sebagai pencinta (‘asyiq) dan Tuhan sebagai kekasih (mas’yuq). Karena cinta membra hanya terjadi ketika ada keterpisahan yang jauh antara sang pencipta dan yang dicintai.
Beralih pada “yang Akhir”. Ini diartikan Rumi sebagai tempat kembali segala yang ada di dunia ini, termasuk tentunya manusia.
Sekarang Tuhan seabagai “yang Lahir”. Bagi Rumi alam fisik ini adala Tuhan dalam penyamaran. Ia adalah fenomena memberi isyarat pada realitas yang lebih dalam, petunjuk bagi adanya batin.

C.                 Tarekat Nimatullah
Tarekat  Nimatullah adalah suatu mazhab sufi Persia yang segera setelah berdirinya dan mulai Berjaya pada abad ke8 atau mengalihkan loyalitasnya kepada syi Islam. Nimatullah berdiri di suatu wilaya di sebelah tenggara Persia.
Disiplin-disiplin kontemplatif Nimatullah terdiri ataslima amalan pokok yaitu dzikr-I khafi (doa batin dan doa hati), fikr (kontempalsi, refleksi), muraqabah (meditasi), wird (wirid, permohonan) dan muhasabah (mawas-diri). Kaum sufi Nimatullah berkumpul dua kali dalam seminggu di Pondok Sufi dan melakukan ibadah-ibadah rital shalat, namaz bersama. Acara ini kemudian diikuti dengan majelis sufi. Terlebih dahulu dilakukan meditasi dalam diam kemudian dilantunkan puisi mistis karya para maestro besar dalam tradisi sufu Persia, seperti Rumi, Iraqi, Maghribi, atau Syah Ni’mat Allah, kadang-kadang dengan iringan musik.

D.                Tarekat Sanusiyah
Tarekat  Sanusiyah yang menyebar luas dan berpengaruh di wilayah Afriak Utara, terutama di Libya, termasuk tarekat yang belum lama didirikan. Mungkin tarekat Sanusiyah adalah satu-satunya tarekat yang selalu di hubungkan  dengan berdirinya sebuah Negara modern seperti perlawan terhadap penjajah eropa. Tarekat Sanusiyah didirikan oleh  Sayyid Muhammad bin Ali al-Sanusi, ia lahir di al-Wasita, dekat kota Mustaghanim, di propinsi Oran, Al-jazair.




























BAB III
KESIMPULAN

            Kajian tarekat adalah suatu kajian yang terus-menerus dan berkesinambungan dari dulu hingga sekarang. Sehingga sudah sewajarnya terdapat banyak kesamaan dalam penulisan. Jadi, tarekat adalah pengalaman syariat yang setiap orang Islam rasakan, hanya saja akan berbeda-beda yang akan dialami setiap orang, karena terdapat berbagai macam tarekat di dunia ini. Hanya satu yang pasti semua amalan harus didasarkan atas kecintaan kita pada Allah SWT.

















DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Abuddin Nata, M.A. AKHLAK TASAWUF. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta:2002

Dr. Hj. Sri Mulyati, MA. Mengenal & Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia. Prenada Media, Jakarta:2005

Drs. Kharisudin Aqib, M.Ag. Al Hikmah Memahami Theosofi Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Dunia Ilmu Offset:1998

Drs. Mahyuddin. Kuliah Akhlak Thaswuf. Kalam Mulia, Jakarta:2005






[1] Drs. Mahyuddin. Kuliah Akhlak Thaswuf. Lih hal 107

[2] Baca Mirce Aliade (Ed.) The Encyclopedia of Islam, Vol. 14 (New York Macmilan Publishing Co., 1987) lih hal  342
[3] Baca  Ahmad Tafsir “Tarekat dan Hubungannya dengan Thasawuf” lih hal 153
[4] Ibrahim Madkour, Fi Al-Falsafat Al-Islamiyat:Manhajwa Tatbiquhu: diterjemahkan oleh Yudian Wahyudi Asmin dengan judul Aliran dan TeologiFilsafat Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995) hal 101
[5] Ibid, hal 103
[6] Akhlak Tasawuf. Dr. H. Abuddin M.A Lih 276
[7] Akhlak Tasawuf. Dr. H. Abuddin M.A Lih 277
[8] Naqsaband secara harfiyah berarti “pelukis, penyulam, penghias”. Jika nenek moyang mereka adalah penyulam, nama itu mungkin mengacu pada profesi keluarga, jika tidak hal itu menunjukan kualitas spiritualnya yang melukis nama Allah diatas hati seorang murid.
[9] Yusuf Taj al-Khalwati al-Makassari, menulis Risalah Safitah al-Najah,

0 comments:

Post a Comment