2010 | |
KONSENTRASI ASURANSI SYARIAHPROGRAM STUDI MUAMALATFAKULTAS SHYARIAH DAN HUKUMUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA1430 H/2010 M Anindya Livia 108046200002 Riris Agustya 108046200018 |
sumber-sumber pendapatan negara dalam islam moneter dan fiskal islam |
Sumber pendapatan negara sangat bervariatif dan cukup memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap kelangsungan dan kemajuan suatu pemerintahan (negara), sebut saja ghanimah, shadaqah, infaq, zakat, ‘ushr, fay’i, jizyah, kharaj, bea cukai, pajak tambang dan harta karun, amwal fadhila, dan wakaf. |
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dengan rasa syukur kehadirat Allah swt. yang dengan rahmad dan inayat-Nya kita masih diberi nikmat Islam, iman, dan ihsan, sehingga kami dapat menyusun makalah ini.
Shalawat dan salam selalu kita panjatkan kehadirat Nabi kita Muhammad saw. Yang telah membawa kita dari zaman kegelapan ke zaman terang benderang seperti ini. Sesuai judul makalah kami yaitu: Sumber-sumber Pendapatan Negara dalam Islam
Saya telah memuat penjelas-penjelasan menurut mata kuliah Management Strategis yang kita peroleh, kemudian kita kaji dan kita analisa.
Demikianlah, makalah yang telah saya telah susun semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Saran dan kritik untuk makalah ini saya selalu harapkan.
Wallahu Waliyyu Al-Taufiq
Hormat Kami,
(Penyusun)
DAFTAR ISI
COVER…..i
KATA PENGANTAR….ii
DAFTAR ISI….iii
SUMBER-SUMBER PENDAPATAN NEGARA DALAM ISLAM….1
A. Zakat…..1
B. Kharaj…..2
C. Jizyah…..2
D. Ghanimah….2
E. Al Fa’i….3
F. Ushr….3
G. Harta Tak Berwaris….4
H. Wakaf dan Wasiat….4
I. Harta Nazar dan Kafarat….5
J. Sumber Lain….5
Sumber harta Baitul Mal….6
Fakta lain tentang Pajak dalam Pandangan Islam…..7
KESIMPULAN…..8
DAFTAR PUSTAKA….9
SUMBER-SUMBER PENDAPATAN NEGARA
DALAM ISLAM
Dalam islam terdapat sumber-sumber pendapatan yang telah diakui oleh para mukhalaf, semua itu berasal dari proses ijtihad yang telah dilakukan, dan penggunaanya yang telah didapatkan dari masa lampau hingga modern saat ini. Berikut uraianya:
A. Zakat
zakat berasal dari katazaka (menumbuhkan),ziadah (menambah),barakah (memberkatkan),thathir (menyucikan), danan- nama (berkembang). Adapun menurut syara’ zakat adalah hak yang telah ditentukan besarnya yang wajib dikeluarkan pada harta-harta tertentu dan pada orang-orang yang tertentu pula dengan catatan harta tersebut adalah milik penuh seseorang, mencapai hawl, dan nisabnya,3 dalam hal ini zakat dikenakan kepada harta bukan kepada jiwa (jizyah). Di antara objek zakat itu adalah: binatang ternak (unta, sapi, kerbau, dan kambing), emas dan perak, biji-bijian (beras, jagung, dan gandum), buah-buahan (kurma dan anggur saja), harta perniagaan sama seperti syarat-syarat yang telah disebutkan dalam zakat emas dan perak, dll).4 Zakat merupakan jaminan pemerintah terhadap rakyatnya yang miskin, agar hartanya (fakir-miskin) yang menempel kepada orang kaya bisa mereka gunakan untuk memenuhi
kehidupannya.
Zakat merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam yang mampu. Jenis-jenis zakat yang wajib terdiri dari:
1. Zakat Benda logam yang terbuat dari emas dan perak
2. Zakat Binatang ternak seperti unta, sapi, domba, kambing, ayam, dan bintang ternak jenis lainnya.
3. Zakat Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan
4. Zakat Hasil pertanian seperti biji-bijian dan buah-buahan
5. Zakat Luqta atau harta yang ditinggalkan oleh musuh
6. Zakat Barang temuan.
Kemudian pada saat ini jenis zakat telah berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
B. Kharaj
Kharaj secara harfiahkharaj berarti kontrak, sewa-menyewa atau menyerahkan. Dalam terminologi keuangan islam kharaj adalah pajak atas tanah atau hasil tanah. Yang mana diambil dari tanahnya orang non- muslim yang sudah ditaklukan dan tanah tersebut sudah diambil alih orang muslim. Dengan keringanan dari orang islam maka non-muslim tersebut masih bisa menguasai tanahnya untuk bercocok tanam yang hasilnya akan dibagi 50%-50% antara non-muslim dan orang islam. Dalam hal ini kharaj dibagi kedalam dua bagian, yaitu: Kharaj yang dikenakan pada tanah (pajak tetap) artinya pajak tersebut tetap atas tanahnya selama setahun, dan hasil tanah (pajak proporsional) akan dikenakan sebagai bagian dari total hasil produksi pertanian. Sama seperti halnya pendapatan lain maka kharaj juga akan didistribusikan kepada kepentingan seluruh kaum muslimin.
C. Jizyah
Asal kata dari jizyah adalahjaza’ yang berarti kompensasi, sedangkan menurut istilah adalah beban yang diambil dari penduduk non- muslim yang berada di negara islam sebagai biaya perlindungan atas kehidupan atau jiwa, kekayaan, dan kebebasan menjalankan agama mereka, dll. Jizyah dikenakan kepada orang kafir karena kekafirannya bukan kepada hartanya. Dalam hal ini para laki-laki yang mampu, orang kaya, dll. yang hidup dan tinggal dalam lingkungan negara islam. Jizyah merupakan bentuk daripada ketundukan seseorang kepada kekuasaan islam, membayar jizyah itu karena orang non-muslim itu bisa menikmati fasilitas umum bersama orang muslim (kepolisian, pengadilan, dll), dan ketidak wajiban ikut perang bagi para non-muslim. Akan tetapi ketidak wajiban ini bukan semata-mata karena mereka sudah membayar jizyah, ini merupakan keadilan islam yang mutlak karena perang dalam islam sangat
erat hubungannya dengan aqidah (jihad fii sabilillah).7 Untuk tarif atau jumlah jizyah yang akan diambil berbeda-beda, akan tetapi yang pasti adalah dengan menggunakan perinsip keadilan.
D. Ghanimah
Ghanimah adalah harta rampasan perang yang diperoleh umat Islam dari kemenangan perang melawan orang kafir. Ghanimah Secara etimologi berasal dari kataghanama-ghanimatuh yang berarti memperoleh jarahan ‘rampasan perang’. Harta ini menurut Sa’id Hawwa adalah harta yang didapatkan dari hasil peperangan dengan kaum musyrikin. Yang menjadi sasarannya adalah orang kafir yang bukan dalam wilayah yang sama (kafir dzimmi), dan harta yang diambil bisa dari harta yang bergerak atau harta yang tidak bergerak, seperti: perhiasan, senjata, unta, tanah, dll. Untuk porsinya 1/5 untuk Allah dan Rasulnya, kerabat Rasul, anak yatim, dan fakir miskin, dan ibn sabil, dan 4/5 untuk para balatentara yang ikut perang. Kemudian sisanya disimpan di Baitul Mal untuk didistribusikan kemudian.
E. Al Fa’i
Fay’i berarti mengembalikan sesuatu. Dalam terminologi hukum fay’i menunjukkan seluruh harta yang didapat dari musuh tanpa berperang seperti harta tidak bergerak (tanah) atau merupakan harta yang diperoleh dari non-muslim secara damai. Dari sudut pandang pajak seluruh tanah yang berada dibawah kekuasaan orang islam dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu tanah ‘ushr dan tanah fay’i. Dalam islam status pajak bagi pemilik tanah (orang islam) disebut zakat, dan non-muslim pajak atas tanahnya disebut kharaj. Beberapa pendapatan yang bisa disebut fay’i adalah jizyah, upeti, bea cukai, denda, kharaj, dan amwal fadila (harta yang diperoleh karena tidak ada yang memiliki baik karena ditinggalkan pemiliknya ataupun tanpa ahli waris).
F. Ushr
‘Ushr atau sepersepuluh, dalam hal ini kalangan ulama’ membagi 10% (‘ushr) kedalam dua kategori, yaitu: 10% dari lahan pertanian yang disirami dengan air hujan, ‘Ushr diwajibkan hanya ketika ada hasil yang nyata dari tanahnya. Tanah yang sudah diwakafkan tetap diperlakukan sebagai tanah ‘ushr jika pemilik sudah menanami tanah tersebut. Yang termasuk kedalam harta ‘ushr adalah hasil pertanian dan perkebunan (buah, madu, dll.). Untuk hasil pertanian yang diairi dengan sumber alami (hujan, sumber air, dan arus) maka ‘ushr porsinya 10%, apabila pengairan tersebut masih menggunakan ala-alat produksi lain (alat irrigasi, sumur, dll) maka ‘ushrnya adalah 5%, dan untuk pengambilan ‘ushr ini adalah apabila sudah panen.
Sedangkan Ushr yang kedua yaitu 10% diambil dari para pedagang kafir yang
memasuki wilayah islam karena membawa barang dagangan (bea cukai). Penarikan bea cukai terhadap para pedagang non-muslim ini dikarenakan sebelumnya orang muslim yang ingin melewati daerah non-muslim dengan membawa barang dagangan juga dikenakan bea cukai (10%), untuk menutupi kerugian tersebut maka negara islam juga memperlakukan hal yang demikian. Dalam pemungutan bea cukai ini dilakukan selama satu tahun sekali sebesar 10% dan diberlakukan terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham, seperti dalam hadits Ziyad Ibn Judair (yang merupakan seorang pemungut bea cukai pada Umar Ibn Khattab) Umar Ibn Khattab menulis surat kepadaku seraya berkata, “janganlah kamu memungut pajak 10% dari mereka kecuali sekali selama satu tahun, bea cukai ini juga hanya tertentu pada barang yang nilainya lebih dari 200 dirham”.
G. Harta Tak Berwaris
Harta Tak Berwaris merupak Istilah bagi sejumlah harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal tetapi tidak mempunyai sanak saudara sebagai ahli waris, sehingga harta miliknya tersebut diserahkan ke Negara.
H. Wakaf dan Wasiat
Wakaf secara harfiyah berarti berhenti, menahan, atau diam. Dalam hukum islam wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf) baik berupa perorangan maupun lembaga, dengan ketentuan bahwa hasilnya akan dipergunakan sesuai dengan syariat islam. Dalam literatur yang lain
wakaf mempunyai pengertian ‘suatu tindakan penahanan dari penggunaan dan penyerahanasset di mana seseorang dapat memanfaatkan hasilnya untuk tujuan amal sepanjang barang tersebut masih ada[1]. Harta yang sudah diwakafkan keluar dari hak miliknya (wakif), bukan pula harta tersebut adalah milik lembaga pengelola wakaf, akan tetapi milik Allah yang harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Dalam sejarah umat islam, masa keemasan perkembangan wakaf itu terjadi pada abad ke-8 dan ke-9 H. Pada waktu itu aset wakaf meliputi berbagai aset semacam masjid, mushala, sekolah, tanah pertanian, rumah, toko, kebun, pabrik, bangunan kantor, gedung pertemuan (ruang sidang), tempat perniagaan, pasar, tempat pemandian, gudang beras, dll. Dengan demikian para guru dapat bekerja dengan baik karena nafkahnya sudah terpenuhi, dan siswa pun dapat belajar dengan tenang karena tampa memikirkan masalah uang sekolah.
I. Harta Nazar dan Kafarat
Harta Nazar merupakan sejumlah harta yang diserahkan untuk seeorang atau dalam hal ini kepada negara yang telah diperjanjikan oleh orang yang bernazar. Sedangkan Kafarat adalah denda yang dikenakan oleh seseorang yang telah melanggar sumpah, bersumpah palsu, melanggar nazar, serta berjimak pada bulan ramadhan.
J. Sumber Lain
Sumber lainnya yaitu berasal dari sedekah, hadiah. Shadaqah Secara etimologi adalah berasal dari katashadaqa yang berarti benar, pembuktian, dan syahadat (keimanan) yang diwujudkan dengan bentuk pengorbanan materi. Menurut Ibn Thaimiyah shadaqah adalah zakat yang dikenakan atas harta kekayaan muslim tertentu. Menurut Shidiq Al-Jawi shadaqah itu dibagi kedalam tiga kategori, yaitu: shadaqah dalam pengertian pemberian sunnah yaitu pemberian harta kepada orang-orang fakir, orang yang membutuhkan, ataupun pihak-pihak lain yang berhak menerima shadaqah tanpa imbalan tersebut. Shadaqah dalam pengertian zakat yaitu karena dalam beberapa nash lafadz shadaqah mempunyai arti zakat, dalam hal ini shadaqah merupakan kata lain dari zakat. Namun demikian penggunaan kata shadaqah dalam arti zakat ini tidaklah bersifat mutlak, artinya untuk mengartikannya harus berdasarkan indikasi atau qarinah tertentu yang sudah jelas. Shadaqah dalam pengertian suatu yang ma’ruf (benar dalam pandangan syara’) pengertian ini didasarkan pada hadits riwayat Imam Muslim_Nabi bersabda: kullu ma’rufin shadaqatun (setiap kebajikan adalah shadaqah). Berdasarkan hadits ini, maka mencegah dari maksiat, memberi nafkah kepada keluarga, beramal ma’ruf nahi mungkar, menumbuhkan syahwat kepada istri, dan tersenyum adalah
bentuk shadaqah.
Infaq diambil dari kataanfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Menurut literature yang lain infaq berarti mengeluarkan sebagian harta atau pendapatan untuk satu kepentingan yang diperintahkan ajaran islam. Dalam infaq tidak mengenal yang namanya nisab, asnaf, dan subjeknya, artinya orang kafirpun bisa mengeluarkan infaq yang dialokasikan untuk kepentingan agamanya. Infaq ini boleh diberikan kepada siapa saja dan berapa saja. Untuk ruang lingkupnya infaq lebih luas daripada zakat yang mana hanya untuk orang muslim saja.
Pajak tambang ini yang hasilnya keras seperti emas, perak, besi, dll. atau harta karun yang ditemukan di wilayah orang islam, maka seperlima (1/5) harus diserahkan kepada negara untuk memenuhi keadilan sosial. Namun para ulama’ berbeda pendapat tentang pajak dan harta karun ini. Menurut Mazhab Syafi’i dan Hanbali ini dianggap sebagai zakat, sedangkan menurut Hanafi adalah sebagai barang rampasan.
Sumber harta Baitul Mal
Islam tidak hanya mengatur sebab-sebab perolehan harta bagi individu, akan tetapi Islam juga mengatur sumber pemasukan dana/harta bagi Baitul Mal. Dalam hal sumber dana Baitul Mal ada dua hal yang harus dibedakan yaitu antara sumber-sumber pendapatan negara dengan sumber-sumber keuangan negara. Dua perkara ini berbeda, kalau sumber-sumber pendapatan negara adalah pos-pos yang memang menjadi hak milik negara (Khilafah) dalam hal perolehan, pengelolaan, dan pendistribusiannya. Sumber pendapatan negara itu adalah pos fa’i & kharaj (meliputi : ghanimah, kharaj, tanah, jizyah, fa’i dan pajak). Sedangkan sumber keuangan negara adalah sumber-sumber pemasukan yang dikelola oleh negara tetapi bukan milik negara, terhadap pos pemasukan ini negara hanya mengelola saja, penggunaan/pendistribusian mutlak untuk kemashlahatan umum. Yang termasuk sumber keuangan negara adalah pos bagian kepemilikan umum. Sedangkan pos zakat diletakkan pada kas khusus Baitul Mal karena hanya diperuntukkan untuk delapan ashnaf yang telah disebutkan dalam Al Qur’an (An Nabhani,1990).
Fakta lain tentang Pajak dalam Pandangan Islam
Dalam pos fa’i & kharaj memang meliputi juga pajak. Namun pajak dalam sistem Islam berbeda dengan sistem sekuler. Pajak (dharibah) dalam Islam adalah harta yang diwajibkan Allah SWT kepada kaum Muslim untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang memang diwajibkan atas mereka pada kondisi Baitul Mal tidak ada uang. Pada dasarnya terdapat pemasukan rutin bagi Baitul Mal. Namun dalam kondisi dimana harta di Baitul Mal tidak mencukupi berbagai pembiayaan yang harus ditanggung oleh negara dan bila tidak dibiayai dapat menimbulkan kemudharatan seperti pembiayaan jihad, pembiayaan industri militer, pembiayaan para fuqara, orang - orang miskin dan ibnu sabil, pembiayaam gaji, para pegawaiyang bekerja untuk kemaslahatan kaum Muslim, pembiayaan untuk kemshlahatan umat, serta untuk keadaan darurat seperti bencana, maka kewajiban pembiayaan itu akan beralih kepada kaum Muslim. Karena Allah mewajibkan negara dan umat untuk menghilangkan kemudharatan yang menimpa kaum Muslim. Rasulullah bersabda ” Tidak boleh ada bahaya (dharar) dan (saling membahayakan).” (Zallum, 2002)
Pajak hanya diwajibkan berdasarkan pada besarnya kebutuhan dan kemampuan memenuhi pembelanjaan negara. Dalam keadaan normal, pajak (dharîbah) sesungguhnya tidak diperlukan. Pajak tidak boleh dipaksakan pengambilannya melebihi kesanggupan, atau melebihi kadar harta orang-orang kaya atau berusaha menambah pemasukan Baitul Mal. Negara tidak boleh mewajibkan pajak tanpa adanya kebutuhan yang mendesak. Demikian pula negara tidak boleh mewajibkan pajak dalam bentuk keputusan pengadilan, atau untuk pungutan biaya di muka (dalam urusan administrasi) negara. Negara juga tidak boleh mewajibkan pajak atas transaksi jual beli tanah, pengurusan surat – suratnya, gedung – gedung, atau timbangan atas barang dagangan. Dengan mewajibkan berarti telah berlaku zhalim dan ini dilarang. Bahkan termasuk dalam tindakan memungut cukai (al-Maksu), seperti sabda Rasulullah saw:
لاَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسِ
Tidak akan masuk surga orang – orang yang memungut cukai.(HR. Hakim)
KESIMPULAN
Dari uraian sumber-sumber pendapatan dan penerimaan negara di atas dapat kami konklusikan bahwa dalam sejarah perekonomian umat islam sumber pendapatan negara sangat bervariatif dan cukup memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap kelangsungan dan kemajuan suatu pemerintahan (negara), sebut saja ghanimah, shadaqah, infaq, zakat, ‘ushr, fay’i, jizyah, kharaj, bea cukai, pajak tambang dan harta karun, amwal fadhila, dan wakaf. [2] Meskipun semua sumber pendapatan tersebut sangat berperan terhadap kemajuan dan berkembangnya islam dari awal-awal islam sampai islam yang sekarang, akan tetapi seiring dengan berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan justru sumber pendapatan negara tersebut menuai berbagai perdebatan dan kontroversi antar para ulama’, karena ada sebagian dari sumber pendapatan negara tersebut yang tidak berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits, melainkan menggunakan ijma’, ijtihad, dll. yang artinya tidak semua ulama’ akan melaksanakan dan menerimanya.
DAFTAR PUSTAKA
Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007).
P3EI, Ekonomi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008).
Chapra, Umer, Sistem Moneter Islam, (Jakarta: Gema Insani Press dan Tazkia
Cendekia, 2000).
Mannan, Sertifikat Wakaf Tunai: Sebuah Inovasi Instrument Keuangan Islam, (Jakarta:
CIBER dan PKTTI-UI)
Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam: Hukum Fiqh Lengkap, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
cet.ke 41, 2008)
1 comments:
thx infonya. saya merasa terbantu dengan tulisan ini. kalau sempat, silakan berkunjung balik ya mbak :)
Post a Comment